PENGUBURAN
Aku mengutuki cincin kawinnya papaku. Kupungut cincin itu dari jarak jauh, sejauh yang bisa kulakukan, dengan jepit yang kuambil di dapur. Di tangan sebelah ada kantong plastik ukuran besar yang muat jepitan itu. Selain cincin petaka itu, tentu saja kubuang juga jepitan itu. Akan kujadikan satu dengan jenasah papaku di peti mati.
Air mataku bercucuran ketika aku sampai di tempat penjualan peti mati. Sepertinya aku harus memutuskan sendiri peti apa dan harga berapa. Karena mamaku sekarang diopname sebagai pasien virus Corona. Kasihan juga mamaku, dia diisolasi sehingga tidak bisa memberikan penghormatan terakhir kepada jenasah papaku.
Segera saja peti mati yang berisi cincin itu aku antarkan ke ruang jenasah di rumah sakit. Tidak berapa lama peti mati itu sudah dikeluarkan dalam keadaan tertutup. Bahkan aku tidak bisa melihat rupa jenasah papaku tercinta. Aku menahan rasa pilu yang menendang-nendang seantero lubuk hatiku. Tanpa teman, tanpa saudara, tanpa pendeta, bahkan tanpa mama aku ke liang kubur. Tak sempat aku membeli bunga tabur ataupun minyak wangi. Selamat tinggal papaku. Aku berdoa tanpa kata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar