Pengikut

Senin, 30 Maret 2020

Cerita Guru

CERITA GURU

Saat menaruh kain basah di dahi anaknya, ekor mata Parmi menangkap langkah Ndik. "Dapet, Mas? Panasnya makin tinggi, ayo sekarang saja," tanyanya dengan penuh harap. Lintang, balita pasangan muda itu demam sejak semalam. Ndik tersenyum sambil mencantolkan seragamnya di kapstok belakang pintu. Segera ia menghampiri dan meraba tangan kecil Lintang.

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Ndik. Masih membayang kalimat berat Kepala Sekolah tadi pagi bahwa ini adalah hari terakhirnya mengajar di sekolah itu. Sebagai guru honorer, atau apapun namanya, pihak sekolah tak cukup kuat mempertahankannya ketika ada yang menuntutnya untuk berhenti mengajar. Masalah kecil saja: menjewer telinga salah satu siswa karena ketahuan mencontek.

Ndik menghempaskan tubuhnya di kursi kayu ruang tamu. Suara Surti terdengar lagi di telinganya, tentang desakan dan kekhawatiran atas Lintang, tentang ke puskesmas, tentang susu, dan tentang-tentang yang lain. Ndik merogoh saku dan menemukan beberapa lembar kumal uang dua ribuan. Mata Ndik menatap nanar sebelum sejurus kemudian pergi ke toko sebelah. Dibelinya obat nyamuk dan diremukkannya menjadi tepung pekat. Keesokan harinya, berakhirlah kisah sebuah keluarga kecil guru yang dikenal teladan dan bersahaja di pinggir kota.

Yogyakarta, Januari 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar