Pengikut

Rabu, 26 Agustus 2020

Banyak Guru Yang tidak PD

 JAKARTA - Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Iwan Syahril mengungkapkan, banyak guru yang tidak percaya diri (PD) membuat metode pembelajaran yang sederhana selama masa pandemi COVID-19.


Mereka masih terpaku pada penuntasan kurikulum sehingga menjejali siswa dengan banyak tugas.


"Berkali-kali kami sudah sampaikan, di masa pandemi COVID-19 ini tugas guru jangan menuntaskan kurikulum. Guru harus membuat pembelajaran jarak jauh (PJJ) menyenangkan. Salah satunya dengan menyederhanakan kurikulum yang ada," tutur Iwan di Jakarta, Selasa (25 / 8).


Sayangnya, banyak guru belum percaya diri melakukannya. Mereka masih terpaku pada kurikulum yang ada padahal harusnya dipilih mana paling utama.


Melihat kondisi ini, Kemendikbud sudah menerbitkan kurikulum darurat untuk membantu guru-guru yang masih kebingungan. Bagi guru masih merasa belum yakin untuk melakukan penyederhanaan secara mandiri.


"Kurikulum darurat merupakan opsi karena kami juga melihat ada sekolah atau guru-guru yang melakukan mandiri dan itu oke. Dan itu juga tidak masalah. Jadi ada opsi yang bisa dijalankan oleh guru terutama yang masih belum PD atau masih khawatir itu," terangnya .


Dia melihat, para guru enggan menyederhanakan kurikulum secara mandiri karena takut salah. Nanti respon ini tidak resmi dan sebagainya. 


"Kurikulum darurat yang diterbitkan Kemendikbud inu sudah disederhanakan. Inti kurikulumnya melihat pada kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran. Jadi fokus pada kompetensi yang esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya," tandas Iwan.

Selasa, 25 Agustus 2020

PLANET LAIN DI BUMI ( Tulisan Kanda Akmal)

 Sekitar tahun 1990-an, saya masuk rumah sakit jiwa. Dgn bantuan seorang perawat (abg kandung Jasman manggeng), saya ngekost di RS jiwa sehingga bisa tidur, makan, dan bergaul dgn semua pasien. Saya ingin tahu, sebetulnya gila itu seperti apa. Minggu pertama, saya antri nasi omprengan dan makan bersama di lantai bersama pasien lainnya. Tak ada kata, keluhan, atau sumpah serapah. Bahasa kami hanya tatapan kosong. Pertama Saya berusaha cepat menghabiskan ikan, dan kemudian menatap pasien lainnya lama2, seolah2 minta dikasihani, bagilah ikannya dikit kira2 begitu makna tatapan itu. Subhanallah, dia mencubit ikannya sedikit dan memberikan untuk saya. Cara seperti itu saya ulangi sampai seminggu dengan pasien yg berbeda. Kesimpulannya, orang gila tidak kehilangan kasih sayang, kepedulian, dan ketulusan. 


Adalah M Daud, anak montasik yg miskin, dan nuraini, pasien dari aceh utara. Daud buta huruf, dan dia ditugasi mengepel rumah sakit dengan gaji Rp 15 ribu per bulan karena dia adalah pasien yg sudah cukup senior, sementara nuraini yg lumayan cantik, baru beberapa bulan masuk RS Jiwa. Dan meski dibatasi pagar besi, Daud dan Nuraini berhasil menjalin hubungan  cinta yang unik. Daud meminta kawannya menulis surat, terkadang di kertas rokok dan mengantarnya pada nuraini, tentu dari balik pagar besi. Nuraini tersenyum mengangguk-angguk, sementara daud trkadang tertawa lepas. 


Setiap rabu ada band yg juga dimainkan pasien jiwa, tentu saja dengan musik yg centrang perenang. Bisanya nuraini membawakan lagu dangdut yg romantis. Daud yg berberdiri di sudut, memangdang nurani dengan penuh kagum. Saya ikut menggangguk-angguk utk memberi semangat pada daud. Dan pada setiap tanggal satu awal bulan, setelah menerima gaji, daud dengan baju seragam pasien gila, akan berjalan kaki dr rs jiwa di lamprit utk membeli mie razali dua bungkus, plus kacang goreng. Pakon hana ka euk labi2 daud, sapa saya ketika pulang. Habeh peng bang. 


Dan saya terus membuntuti daud. Dia mengetuk-ngetuk jerjak besi yg memisahkan pasien laki2 dan perempuan. Hai Nur, lako kah katroh, terdengar suara dr seberang. Nuraini kemudian keluar sambil merapikan rambutnya yg kusut--waktu itu belum musim jilbab. Meski tak bisa makan  sama karena trhalang pagar besi, mereka tampak bahagia. Subhnallah, ternyata orang gila tidak kehilangan rasa cinta dan kasih sayang. 


Bagaimana dengan kita yg waras, mulia, dan berpendidikan tinggi ini....? Masih mampukah mencubit sedikit ikan untuk tetangga atau sahabat yg miskin yg begitu banyak di sekitar kita...... Atau memberi kasih sayang dengan tulus, meski gaji cuma rp 15 ribu, untuk menyenangkan orang yg kita cintai seperti daud pada nuraini... Dan dalam kondisi yg sakit jiwa dengan segala keterbatasannya, mereka tampak bahagia, tidak saling menyakiti meski sebenarnya mereka adalah orang2 yg sakit......


Kisah dan hasil penelitian ini dulu saya tulis secara berseri dalam Hr Serambi Indonesia, sekitar tahun 1990-an, dan sampai kini menjadi kenangan sekaligus kebanggaan saya dengan judul, PLANET LAIN DI BUMI. Bagi anda yg mengarsipkan serambi indonesia, silahkan membacanya kembali...........

Dan tiga bulan ngekost di RS Jiwa, saya pergi. Entah bagaimana daud dan nuraini sekarang, entah mereka sembuh dan bahagia, atau trpisah oleh waktu. Wallahualam bis shawaf.............

Rabu, 19 Agustus 2020

Asam Keueng

 “ASAM KEU EUNG” adalah masakan khas Aceh, dan begitu beragam resep dan cara masaknya. Ini adalah salah satu Asam keu eung Resep lainnya.


Ikan Tuna setelah di bersihkan , di potong sesuai selera lalu di kasih Jeruk Nipis terlebh dahulu biar ikannya segar dan warnanya cerah lalu baru di kasih garam dan kemudian di tabur merica bubuk sedikit lalu sisihkan. 


Kemudian giling atau blender bumbu, Asam sunti, kunyit, bawang putih dan cabe rawit hijau sampai halus , lalu di aduk ke ikan yg sdh di kasih jeruk tadi dan dikasih  potongan tipis2  belimbing wuluh di ikannya bila ada, kalau ngak ada wuluhnya juga ngak apa2 lalu di campur dg sedikit air dan di kasih daun kari atau tumurui, setelah mendidih dan bumbunya sdh tercampur dg ikan dan kelihatannya ikannya sdh menguning baru masukkan air  sesuai selera dan tabur potongan cabe hijau keriting lalu tunggu sampai mendidih siap untuk di sajikan 👍❤️

Minggu, 16 Agustus 2020

Limpeng Aceh

 Kue Limpeng Aceh 


Memiliki kekayaan akan kuliner Aceh yang tidak kalah dengan kota kota besar yang ada di Indonesia bahkan didunia.  Namun diantara ribuan makanan Aceh, ada beberapa makanan yang mulai dilupakan bahkan tidak tampak lagi di Aceh. 

Limpeng adalah satu satu makanan khas  Aceh yang sangat Tradisional. Kue Limpeng Aceh ini berbentuk sejenis Pizza yang sering disebut Pizza Aceh.  Pembuatannya sangat mudah, tapi sayang mulai terlupakan di Aceh sendiri. 

Pembuatannya cukup dengan menghaluskan pisang dan sagu (sagee) kemudian diberi garam sesuai selera.

Memasaknya pun sangat mudah atau tidak terlalu sulit, dulu para wanita Aceh memasaknya dengan cara menggepengkan adonan didaun pisang dan kemudian dibakar dengan bara api, namun dizaman serba instan sekarang ini sudah jarang sekali ditemukan di banda aceh   dan baru baru ini dibudaya kan lagi oleh salah satu Coffee dibanda Aceh yaitu di Coffee Bir Pala. 

Mungkin hanya wilayah Aceh  yang terpencil saja, makanan ini baru bisa ditemukan. 

Selain itu pengaruh perkembangan zaman juga mengambil andil dalam punahnya makanan ini. Bagaimana tidak, karakter dan pemikiran masyarakat Aceh sendiri semakin lama semakin tinggi, sehingga malu dan gengsi untuk memakan apalagi membuat makanan Limpeng ini. 

Kue Limpeng ini enak kita kita menyantap diwaktu suasana lagi musim hujan.


Edi Syahputra.H 

Selasa, 11 Agustus 2020

Mantan



MANTAN



      Sempurna. Sepertinya kata itu cukup pantas disematkan untuk sebuah acara resepsi pernikahan yang tengah digelar. Pelaminan dalam nuansa hijau dan warna putih aneka bunga menambah sakral suasana. 


Sepasang anak manusia yang baru saja terikat dalam ikatan halal duduk di pelaminan dengan senyum semringah. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum penuh arti. Dua telapak tangan beda ukuran itu saling tertaut. 


Aku menarik napas panjang sebelum akhirnya bergabung dengan para tamu undangan yang antri untuk memberikan ucapan selamat dan doa restu. 


Selamat dan do'a restu. 


Ya. Kata itu mungkin terdengar lucu saat disandangkan padaku yang notabene adalah mantan dari salah seorang yang duduk di pelaminan tersebut. Lalu aku bisa apa jika pada kenyataannya takdir tak berpihak padaku. 


Delapan tahun menjalin hubungan bukanlah waktu yang pendek untuk saling menjajaki. 


Sepasang pengantin itu langsung berdiri menyambut uluran tangan para tamu undangan. Tentu saja dengan senyum yang merekah. Suasana yang jauh berbeda dengan yang aku rasakan. 


Andai salah seorang darinya adalah aku. 


"Fitri?" Wanita itu sedikit tertegun saat menyadari siapa yang tengah menyalaminya. 


Hanya sesaat. Detik berikutnya senyum itu kembali menghiasi wajah ayu yang beberapa bulan lalu masih setia menemani mimpi dan hari-hariku. 


"Selamat ya? Turut bahagia buat lo," sahutku. Membalas senyumnya dengan perasaan entah. Jemariku menggenggam erat telapak tangan mungil Anya yang terasa berkeringat dan sedikit dingin. 


Mungkin karena pengaruh suhu ruangan. Entahlah. 


"Makasih, Ed Kirain lo gak datang." Kata itu dia bisikkan saat aku berkesempatan mencium pipinya kiri dan kanan. 


"Mana mungkin. Memangnya selama ini adakah kata 'nggak' buat lo?" sahutku. 


Gadis itu mengerjap. Lalu membuang pandang. Mungkinkah dia mulai bosan memandangi wajah tampan ini? 


Sebelum drama ini kian berlanjut dengan adegan yang lebih menyakitkan, aku melepaskan genggaman di jemarinya. Bergeser satu langkah untuk bisa lebih dekat dengan seseorang yang mengisi tempat dimana seharusnya aku berdiri. 


Dia Romi. Temanku tapi bukan sahabat. Kami hanya pernah beberapa kali dipertemukan dalam satu urusan pekerjaan. Dia pun mengenal Anya karena aku. 


Sejauh aku mengenalnya, dia seorang lelaki yang baik. Dan aku nggak salah. Karena saking terlalu baiknya, dia malah membantu untuk memikul tanggung jawabku sebagai kekasih Anya. 


Masih segar dalam ingatan obrolan terakhirku dengan gadis itu sekitar dua bulan yang lalu. 


"Ed "


"Ya?"


"Gue mo ngomong. Boleh gak?"


Aku terkekeh. 


"Sejak kapan sih gue larang lo ngomong, Nyak."


Gadis itu mendelik. Dia memang paling nggak suka dipanggil Nyak. Tapi justru ketidaksukaannya itu yang membuat aku makin getol. 


Kan memang gitu kadang-kadang sifat manusia, bahagia di atas penderitaan orang lain. 


"Gue serius, Ed "


"Gue dua rius. Ngomong apa emang?"


Sesaat gadis itu terlihat ragu. 


"Lo gak niat mo ngelamar gue?"


"Apa?!" Seteguk cappucino yang baru saja menyentuh tenggorokan nyaris berhamburan lagi keluar. 


"Maksudnya apa nih?" sahutku setelah bisa menguasai keadaan. 


"Kita sudah empat tahun lho, Ed ."


"Iya, lalu kenapa? Orang ada kok yang pacaran sampai sepuluh tahun."


Gadis itu melengos. 


"Memangnya kita mo nunggu apa lagi sih, Ed?"


Pertanyaan itu sukses membuat aku tertegun. Ya. Sebenarnya apa sih yang kami tunggu? Secara materi penghasilanku dan Anya sudah lebih dari cukup untuk menghidupi keluarga kecil kami kelak.


Andai kami menikah. 


"Kita kan masih muda. Kenapa harus buru-buru sih?" Hanya jawaban itu yang terpikir saat itu. 


"Muda bukan berarti belum dewasa kan?"


Aku hanya diam. 


"Ah sudahlah. Terserah lo," ujar Anya. Mungkin dia merasa tidak mendapatkan kesimpulan apa pun dari diskusi yang nggak penting itu. 


Dengan kesal Anya meraih tas tangannya dan berlalu meninggalkanku yang masih tertegun di kafe langganan kami. 


Setelahnya terasa ada yang berbeda. Kami saling tahan gengsi. Tak ada yang ingin memulai chat duluan. 


Hingga pada satu malam .... 


"Ed " Chat pertama Anya setelah lebih satu minggu kami saling diam. 


"Ya," balasku dengan senyum tipis terukir di sudut bibir. 


"Romi ngelamar gue."


"Hahahahhahahaha."


"Kok lo malah ngakak?" balasnya diikuti emot mendelik. 


Ya siapa yang percaya coba. Dia kan pacar aku. Kenapa Romi yang ngelamar? 


"Dah ah, candanya gak lucu." Aku masih terpingkal. 


"Siapa yang ngelucu?" Kali ini jawaban Anya diikuti emot mewek. 


"Anya!"


"Gue minta restu lo."


"Nyak."


"Maafin gue."


Aku melemparkan benda pipih itu asal setelah Anya keluar dari chat. 


Apa hidup memang sebercanda itu? 


"Brengsek!"


"Maaf, Ed " Sahutan itu membuyarkan lamunanku. 


Entah berapa lama aku tertegun di sana. Entah sudah berapa banyak momen itu diabaikan para pengunjung lainnya. Karena sebagian besar tamu yang hadir adalah temanku dan Anya. Mereka jadi saksi panjangnya kisah cinta kami yang nyatanya berujung perpisahan. Dan aku yakin momen ini adalah hal yang mereka tunggu. 


Saat menoleh ke belakang, ternyata antrian sudah sangat panjang. 


Vangke! 


"Eh, maksud gue, selamat buat lo berdua. Jaga Anya. Dan terima kasih."


Aku menepuk pundak laki-laki itu beberapa kali. Lantas berlalu dengan cepat. Melipir lalu pura-pura tak terjadi apa-apa. 


Senyum tipis terukir di sudut bibir seiring perasaan lega. Sekarang aku tahu apa alasan aku selalu menunda. 


Bosan. 


Ternyata hubungan yang terjalin lama bukan membuat rasa itu kian menguat, tapi malah kian terasa hambar. Terlebih kehadiran Sisi mulai mewarnai hari-hariku belakangan ini. 


Hanya saja untuk memutuskan hubungan dengan Anya, aku nggak tega. Jadi wajar kan kalau aku berterima kasih pada orang yang telah menyelamatkanku dari julukan buaya darat? 


Tamat.