Pengikut

Selasa, 25 Agustus 2020

PLANET LAIN DI BUMI ( Tulisan Kanda Akmal)

 Sekitar tahun 1990-an, saya masuk rumah sakit jiwa. Dgn bantuan seorang perawat (abg kandung Jasman manggeng), saya ngekost di RS jiwa sehingga bisa tidur, makan, dan bergaul dgn semua pasien. Saya ingin tahu, sebetulnya gila itu seperti apa. Minggu pertama, saya antri nasi omprengan dan makan bersama di lantai bersama pasien lainnya. Tak ada kata, keluhan, atau sumpah serapah. Bahasa kami hanya tatapan kosong. Pertama Saya berusaha cepat menghabiskan ikan, dan kemudian menatap pasien lainnya lama2, seolah2 minta dikasihani, bagilah ikannya dikit kira2 begitu makna tatapan itu. Subhanallah, dia mencubit ikannya sedikit dan memberikan untuk saya. Cara seperti itu saya ulangi sampai seminggu dengan pasien yg berbeda. Kesimpulannya, orang gila tidak kehilangan kasih sayang, kepedulian, dan ketulusan. 


Adalah M Daud, anak montasik yg miskin, dan nuraini, pasien dari aceh utara. Daud buta huruf, dan dia ditugasi mengepel rumah sakit dengan gaji Rp 15 ribu per bulan karena dia adalah pasien yg sudah cukup senior, sementara nuraini yg lumayan cantik, baru beberapa bulan masuk RS Jiwa. Dan meski dibatasi pagar besi, Daud dan Nuraini berhasil menjalin hubungan  cinta yang unik. Daud meminta kawannya menulis surat, terkadang di kertas rokok dan mengantarnya pada nuraini, tentu dari balik pagar besi. Nuraini tersenyum mengangguk-angguk, sementara daud trkadang tertawa lepas. 


Setiap rabu ada band yg juga dimainkan pasien jiwa, tentu saja dengan musik yg centrang perenang. Bisanya nuraini membawakan lagu dangdut yg romantis. Daud yg berberdiri di sudut, memangdang nurani dengan penuh kagum. Saya ikut menggangguk-angguk utk memberi semangat pada daud. Dan pada setiap tanggal satu awal bulan, setelah menerima gaji, daud dengan baju seragam pasien gila, akan berjalan kaki dr rs jiwa di lamprit utk membeli mie razali dua bungkus, plus kacang goreng. Pakon hana ka euk labi2 daud, sapa saya ketika pulang. Habeh peng bang. 


Dan saya terus membuntuti daud. Dia mengetuk-ngetuk jerjak besi yg memisahkan pasien laki2 dan perempuan. Hai Nur, lako kah katroh, terdengar suara dr seberang. Nuraini kemudian keluar sambil merapikan rambutnya yg kusut--waktu itu belum musim jilbab. Meski tak bisa makan  sama karena trhalang pagar besi, mereka tampak bahagia. Subhnallah, ternyata orang gila tidak kehilangan rasa cinta dan kasih sayang. 


Bagaimana dengan kita yg waras, mulia, dan berpendidikan tinggi ini....? Masih mampukah mencubit sedikit ikan untuk tetangga atau sahabat yg miskin yg begitu banyak di sekitar kita...... Atau memberi kasih sayang dengan tulus, meski gaji cuma rp 15 ribu, untuk menyenangkan orang yg kita cintai seperti daud pada nuraini... Dan dalam kondisi yg sakit jiwa dengan segala keterbatasannya, mereka tampak bahagia, tidak saling menyakiti meski sebenarnya mereka adalah orang2 yg sakit......


Kisah dan hasil penelitian ini dulu saya tulis secara berseri dalam Hr Serambi Indonesia, sekitar tahun 1990-an, dan sampai kini menjadi kenangan sekaligus kebanggaan saya dengan judul, PLANET LAIN DI BUMI. Bagi anda yg mengarsipkan serambi indonesia, silahkan membacanya kembali...........

Dan tiga bulan ngekost di RS Jiwa, saya pergi. Entah bagaimana daud dan nuraini sekarang, entah mereka sembuh dan bahagia, atau trpisah oleh waktu. Wallahualam bis shawaf.............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar