Pengikut

Selasa, 31 Maret 2020

Dua Porsi

Tahun 2018 yang lalu aku mengikuti Karang Pamitran tingkat Nasional di Lebak Harjo Jawa Timur, aku terbang dari Bandara  Iskandar Muda Banda Aceh menuju bandara Abdul Rahman Shaleh Malang,tiba aku di Malang jam menunjukkan pukul 17.00 Wib, dari bandara langsung aku naik Bus menuju Ampel Gading.

Sesampainya aku disana aku bermalam di Taman Asri karena gak mungkin lagi aku ke desa Lebak Harjo,hujan begitu lebat malam itu aku kedinginan, aku gak bisa memejamkan mata karena terlalu bising maklumlah seluruh Indonesia mengikuti kegiatan itu.

Pagi hari nya aku dan rombongan mencari sarapan pagi kebetulan aku yang duluan turun menuju persimpangan jalan aku melihat ada seorang pak tua dengan gerobaknya, aku menghampirinya,  pak pak ada jual nasi pak tanya ku ke pak tua itu, gak ada nak jawab pak tua itu, apa juga yang ada pak tanyaku lagi... Yang ada gudeg nak.. Apa itu gudeg pak..maklumlah aku gak pernah makan gudeg... Okelah karena cacing diperutku sudah menari nari terpaksa ku pesan satu porsi.. Langsung ku makan dengan lahapnya... Enak rupanya aku  pesan satu porsi lagi pak?oyaa anak dari mana kok lahap kali makannya,  aku dari Aceh pak..pak tua itu mengangguk ngangguk kepalanya...akhirnya  pagi itu dua porsi aku menyantapnya.

Edi syahputra.H
SMA Negeri 13 Banda Aceh
31032020

LAHAN KU,AKU KERJAKAN

Teriknya matahari siang itu aku tak peduli, aku harus pulang ke kediaman istriku sekitar berjarak  25 KM dari desa ku,aku  ambil kunci kontak motor ku di ruang tamu langsung ku nyalakan motor ku yang terparkir di samping rumah orang tua ku.,

Sesampainya  dirumah mertua  aku langsung masuk... Assalamualaikum... Waalaikumsalam jawab istriku.... Sang Istri keluar dari kamar dengan rambut  bak manyang terurai...memberikan senyum sumringah kepada ku,  jam berapa abang dari sana tadi..tanyak istri ku... Aduh dek... Abang gak lihat jam tadi...oke lah...istriku menuju dapur.... sekarang abang istirahat aja dulu.. Adek mau buatin kopi tuk abang...mantap dek jawab ku sambil aku berlalu kekamar.

Kopinya pun sudah mendarat dikamar ditambah beberapa potong gorengan tapi  agak sedikit dingin,,langsung ku minum kopinya.....uuuhh... dek pas banget kopi nya... Siapa dulu yang buatin kan istri abang hehehe..aku masuk ke kamar lagi ku ambil baju kerja dan sebilah parang aku pamitan sama istri... Dek...abg mau ke kebun ya.. Iya bang hati hati sahut istriku,.. Oiya bang jangan lupa di tanam
 bibit sawitnya karena
udah dua hari kemaren diantar sama ketua kelompok ,.. Iya jawabku aku pun berjalan kaki ke kebun karena tidak jauh dari rumah mertuaku.

BNA,01042020

Pakis lockdown



Siang tadi aku coba jalan jalan kepasar rencana aku beli ikan,, ee sampai di sana pasar ikannya tutup,aku bingung jarum jam sudah menunjukkan pukul 12.00 Wib apa pun belum terbeli untuk menu makan siang hari ini bersama  keluarga serta orang tua ku tercinta dan adek ku,kebetulan dia baru datang dari kampung tadi pagi untuk menemani orang tua ku berobat.

Setelah aku mutar kesana kemari terlihat oleh ku ada seorang pak tua di ujung jalan sambil melambai lambai tangannya memanggil orang orang yang lewat untuk mengajak membeli dagangannya, aku penasaran apa sih yang dijual pak tua itu.. Cuaca   agak sedikit panas aku hampiri beliau, begitu aku lihat rupanya daun pakis masih segar segar dijual pak tua itu..tanpa basa basi aku beli tiga ikat, langsung beranjak pulang  karena gak bisa berlama lama dipasar lagi suasana lockdown.

Sesampainya aku dirumah sudah berdiri anak ku yang kecil menunggu aku di pintu...dari mana yah kok lama kali..tanyaknya....dari pasar nak... Ayah ada bawa kue... Ooo gak nak karena dipasar gak ada yang jualan jawabku...dengan wajah agak sedikit sedih..dia bertanya lagi.. Itu apa yah dalam kantong plastik... Ooo ini daun pakis... Mau kamu... Mau yah,tapi dimasak dulu kan yah.... sambil berlari kedapur dia memanggil mama nya...mak mak hari ini gak ada ikan mak dibawa ma ayah, apa juga yang bawa...daun pakis mak.


BNA,01042020

Belajar Menulis Bersama Ibu Sri Sugiarti




Malam ini tanggal 31 Maret 2020, jarum jam menunjukkan pukul 20.00  WIB, seperti biasanya sudah terjadwal belajar menulis online gelombang 7 bersama Om Jay dengan pemateri malam ini ibu Sri Sugiastuti, beliau seorang kepala SMK Pembangunan 2 Kota Surakarta, beliau juga sebagai penggiat literasi serta berwajah cantik dan tutur bahasanya yang sangat indah terdengar oleh telingaku malam ini.

Beliau malam ini memilih topik pada kelas belajar menulis online gelombang 7 adalah Bagaimana menerbitkan buku secara indi,dengan gaya bahasa yang lembut membuat kita semangat dan terispirasi kita untuk menulis dan menulis lagi.aku pada malam ada mengirimkan sebuah cover buku yang pertama ku tulis dengan judul "Pengantar Seni Budaya"  beliau mengapresiasi covernya aku merasa tersanjung...hahhaa, langsung aku balas terima kasih buk atas apresiasi dan pujiannya.

Begitu aku membaca tulisan beliau di blog aku sangat terkesima dengan tulisan tulisan beliau yang begitu indah,terispirasi serta membuat ku termotivasi untuk menulis lagi. Sungguh malam ini banyak yang saya dapatkan dari  beliau berbagai macam ilmu dalam menulis serta beliau juga mau mengawal tulisan kita hingga menjadi sebuah buku... Terimakasih buk Sri Sugiastuti semoga ibu sehat selalu dan selalu dalam Lindungan Allah SWT. Amin...

Edi Syahputra.H
Banda Aceh,31032020

Hikmah di Balik Musibah

HIKMAH DI BALIK MUSIBAH

Lockdown, Social Distancing dan Work From Home memaksaku untuk beradaptasi. Mengubah suasana rumah menjadi nyaman untuk bekerja ternyata butuh waktu dan kesabaran. Jujur kuakui, dua hari pertama aku hampir stres. Mendampingii tiga orang anakku belajar di rumah cukup menguras pikiran dan emosi. Ditambah lagi ikut mengurusi segala tetek bengek di rumah yang biasanya cukup istriku yang menyelesaikan.

Di hari-hari biasa, aku harus terburu-buru berangkat ke tempat kerja yang berada di lain kota. Berangkat pagi buta, ketika anak-anak masih pulas dan baru pulang di saat mereka terlelap. Menginjak hari ke tiga sudah mulai terbiasa. Usai salat Subuh, kusempatkan berolah raga dan menikmati kopi. Semua tugas kantor bisa berjalan lancar dan santai. Menjadi asisten guru bagi anak-anak sekaligus mendampingi istri menyelesaikan permasalahan tidak lagi membebani.

Coronavirus memang menjadi wabah dan musibah, namun selalu kuyakini bahwa tidak ada satu pun ciptaan Allah yang sia-sia. Dalam beberapa hari terakhir kurasakan ada hikmah di balik semuanya. Kini, kutemukan jati diri sebagai suami bagi istriku dan yang lebih berharga lagi sebagai ayah bagi anak-anakku. Kusadari selama ini aku hanya sibuk memburu materi, sehingga jiwaku tak pernah hadir dalam keluarga. "Ya Allah, selamatkan kami yang di bumi dari wabah yang sedang melanda, dan bukakan mata hati kami agar mampu membaca berjuta hikmah yang menyertainya."

BNA, 31032020

Rekomendasi




Beberapa bulan yang lalu  aku ditugaskan sebagai pelaksana tugas kepala sekolah di salah satu sekolah pinggiran bisa dikatakan sekolah tersebut agak jauh dari keramaian yang siswanya  sekitar seratusan orang.

Setelah beberapa bulan aku menjalankan tugas disekolah itu, jarum jam menunjukkan pukul 09.00 Wib, ada salah satu  orang mengetuk pintu ruang kerja, aku mempersilahkan masuk,masuk pak ada yang bisa dibantu pak tanyaku kepada guru tersebut,ada pak Sahutnya,? kebetulan aku lagi menandatangani beberapa surat...iya silahkan duduk pak,baik pak jawabnya..langsung guru tersebut memulai pembicaraannya  aku hanya mendengarkan saja dulu....setelah beliau selesai berbicara,aku sudah mengerti maksud dan tujuan bapak kata ku.

Esok harinya beliau kembali masuk keruang kerja ku dengan membawa berkas yang sudah dipersiapkan jauh jauh hari rupanya...Assalamualaikum pak,Waalaikumsalam jawabku,..jadi juga bapak pindah ya? Jadi pak Sahutnya,Kalau begitu okelah pak, dimana aku teken.

Edi syahputra.H
BNA, 31032020

Senin, 30 Maret 2020

WANITA BERDARAH DINGIN

Wajah sendu berkacamata bulat cantik memesona bila di pandang mata , hmm kusebut dia lindri, janda beranak dua.
Sikap yang begitu terlihat tenang sekilas namun sangar sesangar singa,  tiada yang dapat mengira wajah setenang itu dapat berubah menjadi gelombang tsunami yang menghempaskan siapa saja yang menjadi penghalangnya.

Singkat cerita , lindri menjalin hubungan dengan seorang yang sangat macho , Mr Gun, seorang lelaki berparas hitam manis dengan gaya perlente selalu bersandar dengan motor trillnya, hmm pokoke keren,  namun sayang, dia sudah beristri, tapi lindri tak ambil peduli, Mr Gun adalah laki laki penyelamat hidupnya ketika dia terkapar Dan hampir sekarat, perlahan hubungkan mereka semakin dekat, dengan gaya seperti anak abg, panggil sayang pun terlontar ayah dan bunda,
Sedikit demi sedikit hubungan mereka tercium oleh sang istri, kusebut dia city perseteruan melalui status terjadi hingga pada puncak, ketika ulang tahun teman city di sebuah restaurant kecil, sang lindri merekam semua yang dilakukan oleh city, huuuuh seru city dalam hati yang geram, apa maunya !!!!. Di tahannya emosinya namun hilang sudah rasa kesabarannya.

Hey, apa sih, maksud lu, pake rekam rekam gue segala, dengan entengnya lindri berkata, terserah aku la, hp hp aku, apa urusan luh.
Ooooooo, dasar g punya malu, teriak city!!,  Senangnya memggoda suami orang!, Hey Jaga y omongan luh, suami luh juga suami gue , posisi Kita sama tau, dengan menahan geram city pun mendorong lindri , terjadi dorong mendorong, Tanya aja Sama suami luh , Kalu Kita sudah menikah teriak lindri, dengan badan gemetar,  city terdiam ,merenungi perkataan lindri, benarkah? ........semua ini. City hanya menangis mengetahui hal ini

AN, Boro, 3 Maret 2019
TIKUS TK

Rumah berhias dinding coretan mempercantik ruang ini.
Kupandangi dengan senyum senyum sendiri. Melihat lukisan ini.
Tiba tiba terdengar bunyi , krek krek , apa itu ya batinku. Segera kucari asal suara itu, oooooo teryata kulkas kecilku sedikit terbuka,  kuteliti isi kulkasku, kejuku tinggal separuh.

Seperti terkrikiti oleh seseorang , tapi siapa?. Kembali aku menuju ruang tamu dan duduk sante sambil menonton sinetron kesukaanku. Mom, panggil anakku , ya sayang sini.....
Sambil berlari , sikecil menghampiriku dan tersenyum , loh kok ada gumpalan keju di sela sela giginya. Aku tersenyum geli, tapi diam saja. Kemudian si kecil kembali kebelakang , terdengar krek kembali, segera aku menyeliidki kembali ...oh keju itu kembali mengecil.

Hahaha teryata tikus Tk Ku Yang cerdik telah mengigit sedikit demi sedikit, kalu aku sedang di ruang tamu, sikecil akan kedapur untuk menguyahnya , tapi sayangnya dia lupa , Masih Ada sisa keju diantara giginya. Tikus Tk ku Yang sangat lucu, I love u my son

BNA,30032020
TERSAMAR DALAM DUA AKUN

 Zanet nama yang selalu membuatku jengah, sebal dan membingungkan. Tutur katanya bak polisi sedang mengintrogasi pencuri. Penuh dengan selidik, selalu menanyakan tentang kegiatan dalam berchating ria.  Pertama tak rasa curiga namun semakin lama semakin menggangu hidupku.

Ini semua karena  Sherly , seorang gadis yang penuh energik dan menawan. Perkenalan kami merupakan perkenalan tanpa disengaja, berasal dari celotehan ringan berganti dengan curhatan. Berujung menjalan tali kasih. Jalinan kami sangat penuh gelutan canda dan penuh julukan, julukan yang  diberikan tyaan sebutan binatang hahaha. Namun penuh kesan . sherly  kupanggil Imperata nama sebuah ilalang cantik. Sedangkan aku dipanggil.reptila, hihihi sejenis binatang reptil,  Kedekatan kami inilah yang menggangu Zanet.

Selama beberapa kali gaya tulisan dan bahasa Zanet hampir Sama dengan tyaan , inilah yang membuatku berputar otak, siapakah Zanet  sebenarnya, tapi dia sadari beberapa percakapan aku screen shot dan lihatkan pada Tyaan, bahwa Zanet adalah tyaan, tapi selalu saja dia sangkal, namun pada satu ketika ada sebuah bukti yang tidak dapat dia sangkal lagi dan akhirnya pun dia mengakui bahwa Zanet adalah Tyaan , dia lakukan untuk membuktikan apakah Sherly  seorang gadis yang dapat dipercaya dan menjaga amanah, teryata Sherly memang lah gadis baik , Aku pun tersenyum dan memelukmu, akunmu membuat kita semakin dekat dan saling mencintai lebih dari yang dulu.

BNA,10112019
SELISIH

Program-program yang telah direncanakan satu-persatu telah dilaksanakan dengan baik dan salah satunya adalah kegiatan dalam rangka memperingati hari raya Idul Adha. Dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti ada susunan panitianya dan aku salah satu panitia yang menjabat sebagai bendahara yang mengumpulkan uang dari seluruh guru, karyawan dan siswa.

Kegiatan ini difungsikan untuk mengajarkan anak dapat berkurban. Setiap anak diwajibkan membayar sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan, sedangkan guru dan karyawan mempunyai standard terendah dalam pembayaran, akhir pembayaran pun sudah ditentukan dan uang semuanya telah terkumpul, namun ketika aku menghitung jumlah totalnya, ada selisih lumayan banyak, karena data yang ada di aku tidak sama dengan data yg aku terima dari tiap-tiap kelas, selisihnya sekitar Rp 400.000, selisih ini bukan selisih rugi tetapi ada kelebihan uang dari yang seharusnya.

Ketika aku sedang dalam kebingungan, temanku datang Dan menanyakan, mengapa aku terlihat bingung? lalu aku jelaskan duduk permasalahannya, dan temanku berkata, " Halah, ambil aja, ini kan, bukan buat kamu rugi, malahan kamu untung, kmau serahkan saja uang yang sesuai dng itunganmu, beres, kan! Seru temanku. Tetapi aku tetap tidak nyaman dengan sarannya, lalu aku mulai menghitung sambil melihat data satu-persatu, dan ternyata, ada nama siswa yang beragama selain Islam juga dimintai uang untuk membayar kurban, betapa leganya aku setelah mengetahui jawaban dari selisih itu, segera aku ambil uang tersebut dan kukembalikan kepada yang berhak menerima, aku tidak ingin menodai pahalaku dengan uang sebesar Rp 400.00.

Anna Neena
Pwr
#pentigrafantikorupsi

AKU TAK TAKUT

Pagi ini, aku ingin pergi membeli beberapa keperluan dapur, karena ada berita pasar akan ditutup untuk beberapa hari. Dengan perlahan kulajukan mobilku menuju pasar dan kuparkirkan di samping toko kelontong.

Seorang penjual cilok sedang berdiri menjajakan dagangannya, rasa ingin tahuku pun tergerak dan bertanya, apakah dagangannya laris. Hanya gelengan kepala yang kuterima dan rasa kaget mendengar perkataannya.

Penjual itu menerangkan, dia tidak takut dengan corona,karena dia orang tak punya  dia tidak membeli masker, hanya modal cuci tangan, yang dia takutkan adalah anak anaknya yang akan mati kelaparan karena corona, sebab tidak ada seorang anak pun membeli dagangan ini.

BNA,29032020


Putriku Anggie

Aku geleng-geleng kepala melihat kelakuan putriku Anggie yang berumur 14 tahun. Segala bekas bungkus sampo, detergen, juga susu saset dicucinya bersih dan di kumpulkan. "Sampah kok dikumpulin, Ngie? Mama buang ya."
Anggie  melarangnya. Anggie bilang ia dan komunitasnya ingin mendaur ulang plastik-plastik bekas pembungkus itu menjadi sesuatu yang berarti, misalnya tas atau pot tanaman. Aku mengernyit, Anggieku yang pemalu tumben aktif dalam komunitas segala.

Komunitas Pecinta Lingkungan dimana Anggie bergabung di dalamnya menurutku kegiatannya sangat positif. Mereka mencari donatur untuk membeli bibit pohon dan menanamnya di daerah yang gundul. Memberikan penyuluhan warga akan pentingnya menebang pohon berdasarkan sistem tebang pilih, artinya menebang dengan memperhatikan usia pohon. Serta menjaga tanah dari polusi plastik. Plastik yang tertimbun di tanah akan butuh waktu sangat lama untuk terurai.  Sebisa mungkin plastik-plastik di daur ulang untuk digunakan kembali seperti yang dilakukan Anggie.

Anggie berjinjit dan berbisik di telingaku, "Wakil ketua komunitasnya si Nathan, Ma. Cakeeepp banget." Owalaah, aku tertawa. Putriku beranjak dewasa rupanya. 😊😊

BNA,01042020
POHON BELIMBING

Matahari masih malu, kicau burung sudah mengindahkan telingaku. Entah dari hutan mana, setiap pagi burung liar itu bertamu dan berkicau di pohon belimbingku. Kala pagi yang petang, mataku masih tertutup rapat, otakku berbisik, ayo bangun, sudah pagi, sudah dengar kicau burung kan? Sepertinya kicau burung itu persis seperti kokok ayam yang menyemangati pagi cerah.

Entah bagaimana, ada banyak kupu-kupu di sekitar pohon belimbing di halaman belakang rumahku. Tatkala siang menjemput, aku mendulang anakku di sekitar pohon belimbing itu. Daunnya rimbun, siang yang terik terasa sejuk bersahabat. Mulut anakku penuh makanan, sambil mengunyah, dia jongkok. Tangannya terulur pada kupu-kupu putih yang sedang hinggap di lantai. Dia ingin memegang kupu-kupu putih itu. Sebuah pengalaman baru baginya. Sorot matanya penasaran. Sayap kupu-kupu halus, halus sekali, ada serbuk yang menyatu di sayap itu. Kupu-kupu lain dengan ukuran yang sama terbang ke sana ke mari, riuh rendah menari-nari. Bola mata kami mengikuti gerakan kupu-kupu.

Jika musim panen tiba, aku membagi-bagikan belimbing itu ke tetangga. Mereka tersenyum lebar menyambutnya. Bahkan kataku, "Ayo ke rumahku, ambil sendiri sesukanya." Sementara itu kulkasku terisi sepanci irisan belimbing yang sudah diaduk dengan cabai, gula dan garam. Rasa segarnya adalah nikmat. Sekarang pohon belimbing itu berwarna hitam, kering tanpa daun. Mati karena benalu. Kenangannya masih hidup.


BNA,29032020
MIE GORENG

"Ma, apa gunanya semua PR-ku? Entar kalau sudah besar, aku hanya ingin berjualan mie goreng saja. Semua anak TK akan tersenyum melihat mie gorengku. Semua guru akan kenyang dengan mie gorengku. Bagus kan cita-citaku?" Ternyata mamaku mendengarkan itu.

Ketika aku kecil, setiap sore mamaku mencarikan video  khusus tayangan untuk demonstrasi memasak mie goreng. Ada mie goreng sea food. Ada mie goreng yang diberi sedikit terasi udang. Ada mie goreng disiram jamur dan masih ada banyak film lainnya tentang mie goreng. Sambil menonton, aku rajin memenuhi buku catatanku dengan tulisan tanganku sendiri. Semua itu tentang jenis mie dan segala tipsnya.

Siang ini aku menyuapi mamaku yang sudah 82 tahun. Dia hanya makan 2 sendok saja mie gorengku. Lalu dia geleng-geleng kepalanya, menolak untuk melanjutkan makannya. Tiba-tiba aku teringat wajah cantik Cinderella yang berubah menjadi jelek setelah mencicipi mie gorengku. Heran, sampai setua ini, tidak ada satu orang pun yang order mie gorengku.

BNA,12072019
Baru Tahu

"Sungai Abana dan Parpar lebih baiklah dari Sungai Yordan. Aku pikir ada resep special,  ternyata nggeletek. Jauh-jauh datang ke sini kok hanya untuk mandi di Sungai Yordan. Ah, tidaklah. Jijik." suaranya melemah untuk menegaskan rasa kecewanya.

Pelayan nyerocos saja, kedengarannya seperti guru yang kurang ajar. Bukankah mau jikalau disuruh makan obat temulawak pahit? Bukankah mau jika salebnya pedes clekit-clekit? Bukankah mau jika lukanya dikorek-korek dengan api? Bahkan mungkin digosok dengan duri? Yang penting kan sembuh? Apa sih susahnya nyemplung di sungai?

Setelah menelan angin busuk, diabaikannya segala rasa jijik, maka Panglima Naaman menghampiri aliran air yang coklat kehijauan. Keruh dan kotor. Dibukanya jubah yang penuh wibawa. Satu kali dia mandi tiada reaksi. Sampai lima kali barulah ada kemajuan. Tujuh kali menjadi sempurna. Ajaib. Kulitnya licin, sakitnya sembuh, maka menjadi tahir. Lalu terjadilah pengakuan Panglima Perang Naaman, orang Aram itu, "Aku baru tahu ada Allah di Israel."

Yvonne Sumilat
28 Februari 2020
Kisah yang menggugah,
Di Sungai Yordan itulah Tuhan Yesus dibaptis.
AKU DAN SI REMAJA TAMPAN

Aku melirik remaja tampan berseragam putih abu-abu itu. Dia tersenyum menampakkan lesung pipit, membuat parasnya kian menawan. Yang menggembirakan, ketertarikannya kepadaku jelas kelihatan.

Dia membuka pintu depan, lalu menepi memberi jalan. Aku menyentuhnya dengan manja dan melenggang masuk penuh gaya.  Melewati ruang tamu, melintasi ruang makan, menyusuri lorong panjang menuju dapur.

Kutengok kiri kanan sebelum menyambar ikan goreng di serokan. Aku lari ke pintu depan, tapi si remaja tampan muncul menghadang. Meliuk aku menghindari sepatunya yang terbang melayang. Masih kudengar teriakan kesal, "Dasar kucing sialan!"
BNA,07102019
UTANG

Bu Edy sedang bersenang hati. Harapannya melambung tinggi. Kali ini uang arisan bakal tergenggam tangan. Sudah berbulan-bulan berharap, ternyata keberuntungannya ada pada giliran terakhir. Yah, tak apalah.

Namun, mengapa Bu Asih bendahara arisan tak kunjung datang? Firasat buruk terlintas. Terlebih saat ketua kelompok arisan memintakan maaf Bu Asih kepada semua anggota. Dia pindah rumah tanpa berpamitan. "Tapi uang arisan hak Bu Edy sudah diterimakan, bukan?" kata Bu Ketua. "Ini sudah ada tanda tangannya."

Bu Edy kaget bukan kepalang. Pasti tanda tangannya dipalsukan. Tiba-tiba teringat utangnya kepada Bu Asih yang selalu dibayarnya dengan janji kosong. Jumlahnya sama persis dengan uang arisan yang seharusnya diterima. Mungkinkah maksudnya...? Wajahnya perlahan memucat. Tunggakan uang kost selama tiga bulan menari-nari di pikiran.

#pentigraf5

Belajar Di Rumah



BELAJAR DI RUMAH

Ini hari ke empat belas  sekolah diliburkan, ia tetap bangun pagi seperti biasa, sarapan pada jam yang sama seperti biasa, hanya saja ia tidak memakai seragam, Anggie Mamerengek ingin pergi ke sekolah, bocah kelas 3 sekolah dasar itu sudah bosan belajar di rumah, ia ingin ke sekolah, bertemu teman-teman, belajar, bermain dan yang paling menyenangkan adalah pelajaran olah raga. Pak Taufiq , guru olah raga yang menyenangkan, ia yang mengajari teknik dasar bela diri karate dan rupanya Anggie punya bakat dalam olah raga ini.

"Kalau Anggie tidak boleh sekolah, maka papa harus menjadi pak Taufiq. Memakai pakaian olah raga atau seragam Karaate tiap hari. anggie bosan belajar di rumah, mana tak ada pelajaran olah raga"

Anggie  protes. Mama berusaha menjelaskan alasan kenapa sekolah diliburkan dan berusaha menenangkan Anggie. Diam-diam mama memesan pakaian olah raga dan seragam Karate  untuk papa, mungkin itu kejutan yang membuat Anggie senang. Setelah klik tombol bayar pada aplikasi toko online, mama tersenyum kemudian menelpon papa yang tidak libur kerja. Ia menceritakan bahwa Anggie menginginkannya jadi guru olah raga selama sekolah diliburkan, Anggie ingin papa mengajari jurus lanjutan Karate yang sudah ia kuasai atas bimbingan pak Taufiq. Papa mengernyit dahi, teringat saat masih kuliah ia bersaing mendapatkan cinta seorang gadis bernama Anggie, ia bersaing dengan seorang mahasiswa jurusan pendidikan. Pada kesempatan yang kurang tepat, ia berpapasan di kantin kampus, darah muda bergejolak, pertengkaran tak terhindarkan, ia dihajar habis-habisan oleh pesaing asmaranya itu. Terang saja, lawannya sudah memegang sabuk hitam dan pernah mengikuti beberapa perguruan bela diri, beberapa hari setelah pertengkaran itu teman-temannya memberi tahu. Lama bengong, tak terdengar suara dari telepon papa, mama bertanya, "gimana, Pa. Bisa?!!" Papa geragapan, buyar lamunannya, "Ya...ya...ya...papa kenal...papa kenal...pak Taufiq suami bu Anggie guru tari itu ya?" Ganti Mama melongo, ternyata papa lebih mengenal pak Taufiq guru idola anaknya, ia sendiri tak kenal siapa itu bu Anggie.

BNA , 30 Maret 2020

Menantu Jebakan

MENANTU JEBAKAN

#pentigraf

Senja menembus malam. Angin kasar pantai menerbangkan khayal-khayal. Suara ibu lembut berubah keras dan tegas. “Kapan kau beri ibu cucu? Jangan biarkan ibu lama menunggu.” Desakan itu begitu kunikmati. Sebenarnya, pada usia matang sepertiku bukan lagi soal berani atau belum. Berkeluarga sudah menjadi kebutuhan. Aku mulai merasakan. Syukur bisnisku bertumbuh cukup pesat. Pilihanku? Meski belum lama mengenal tapi kami makin kompak. Dia mitraku. Yuen. Perempuan sipit ini memikat. Selain tangkas menjalankan bisnis, perhatian dan ketelitiannya, bisa kuandalkan. Keibuannya? Jangan ditanya. Perempuan Asia Timur rata-rata memesona. Lembut, santun, dan rajin.

Bus malam terus melaju. Gemuruh mesin membuat kami tidak banyak bicara. Hanya makin erat tangan saling menggenggam. Ada gelombang lain yang meneteramkan. Juga kehangatan. Selebihnya, kedinginan. Beberapa penumpang memang menyetel AC agak kencang. Ndak enak untuk mengingatkan. Jaket kulit dan topi pet tak sanggup mengusir gigil. Perjalanan jalur utara melewati tengah malam. “Bisa tidur?” tanyaku pelan. Tak menjawab, Yuen cuma mengangkat sedikit kedua pundak lalu menyandarkan kepala di bahu lenganku. Damai. Kuusap beberapa helai ujung rambutnya yang menghambur di pipi. Yuen mulai memejam. Kuyakin, sebenarnya ia tak benar lelap. Melewati jalanan mulus datar hanya sedikit kelok Cikampek-Cirebon-Tegal-Semarang melewati perbukitan Ungaran, Salatiga, dan Boyolali baru menuju kelandaian Solo. Di kota inilah aku dibesarkan, sekolah, dan mengembangkan bakat. Lalu tiga tahun merantau. Kini aku pulang. Membawakan impian ibu. Seorang calon menantu idaman. Seharian ibu tak keluar rumah. Yuen pandai membawa diri. Berdua saja. Aku? Dinas! Ha ha ha. Tetap mengendalikan bisnis.

Menjelang malam. Kami berpamitan. Ibu melepas dengan senyum kebahagiaan. Di teras kami memeluknya bergantian. Berjalan keluar rumah, keluar gang.  Ibu pasti sudah masuk lagi ke dalam rumah. Mulai menghitung hari pernikahan seperti yang kami janjikan. Dan, berkhayal tentang cucu-cucu kesayangan. “Semoga tercapai,” doaku. Sesaat dadaku tersentak. Mataku melotot tajam. Taksi yang kami tumpangi membelok ke halaman kepolisian. Sepasukan siaga menyambut kami dengan moncong senapan. Tak ada perlawanan. Yuen memborgolku. “Bangsat!” teriakku membentur angin petang.

Boyolali, 30 Maret 2020

Photo Tentang Saya



Pak Dosen

*PAK DOSEN* 

Usai sholat Jum’at di masjid Jami' Malang... saya beranjak hendak pulang. Tapi ketika diparkiran saya menghentikan langkah ketika ada sebuah tas tergolek di dekat kendaraan saya. Dengan hati-hati saya angkat tas itu. Sedikit agak berat. Tapi saya tidak tahu siapa pemilik tas ini.Rasa penasaran, dengan terpaksa demi untuk mengetahui identitas pemiliknya, saya buka tas itu dan menemukan sebuah amplop besar dari nama sebuah bank. Saya baca didalamnya juga ada nama dan alamatnya serta tulisan sejumlah uang. 5 tumpukan uang pecahan rp.100 ribu. Saya kaget. Antara bingung dan rasa amanah saya keluar masjid. Uang ini harus dikembalikan ke pemiliknya.

Saya bergegas memacu mobil ke alamat yang ada dibungkusan uang itu. Ketika sampai, saya coba beri salam dan mengetuk pintu pagar rumah. Keluar seorang laki-laki yg sudah berumur berperawakan tinggi, berkulit putih cerah kearab-araban yang menanyakan mau ketemu siapa? Saya bertanya, "Saya mau bertemu Bapak Haji Salim. Apakah ada?"
"Saya nama yang saudara cari. Ada apa ya?"
"Pak Haji tadi sholat di masjid Jami' ?", tanya saya."Ya. Betul"
"Pak Haji tadi bawa apa ketika sholat?"Laki-laki itu menjawab, "Astaghfirullah.. iya .. saya bawa tas coklat dan dari tadi saya mencari-carinya.. Saya lupa dimana nyimpannya." Pandangannya kearah saya penuh selidik.Saya kembali ke mobil dan mengeluarkan tas yang tadi diketemukan di masjid. "Tas yang ini bukan pak?""Ya... yang itu.. Aduh Alhamdulillaah.. terima kasih nak. Dalam tas ini bapak nyimpan uang dari Bank ." "Maaf demi untuk mencari pemiliknya terpaksa saya melihat isinya , pak.."
Saya serahkan tas itu dan minta diri untuk pulang.

Tapi saya ditahan pak Haji Salim, "Tunggu nak, ada yang ingin bapak sampaikan padamu sebagai rasa terima kasih bapak."Pak Salim yang berwajah arab ini lalu memanggil nama seorang wanita. Tidak lama kemudian muncul seorang wanita cantik berhijab tersenyum ramah kepadaku.  _Masya Allah.... hati ini mulai berdetak kencang_
*"Nak ini anak saya, dia belum menikah. Dia janji akan menikah dengan laki-laki yang baik dan jujur seperti kamu". *
Saya kaget. Dengan tergagap saya berkata, "Maaf pak, saya sudah beristri. Saya belum bilang apa-apa ke istri saya tentang rencana bapak ini."Pak Salim tersenyum, dia bertanya dengan sabarnya, "Tenang nak, bapak nanti yang minta idzin ke istrimu. Ada no hpnya?"
Saya mengangguk lalu memberikan no hp tsb. Pak Haji Salim mencatat nomor HP saya dan langsung menelpon ke istri saya.                                                         Tubuh saya tiba-tiba gemetar saking gemetarnya sampai seperti diguncang-guncang apalagi saat telpon diberikan kepada saya katanya istri saya mau bicara, lalu terdengarlah suara istri saya sambil meng-goyang-goyang tubuh saya...
_Pak, bangun pak..._
_Tolong angkat Gallon Aqua...!_

Tips Berhenti Merokok

TIPS BERHENTI MEROKOK

Seorang pria yang terkena tumor paru-paru diminta oleh dr Poppy untuk menghentikan kebiasaan merokoknya.

Namun dia mengeluh dan berkata kalau hal itu tak semudah membalikkan telapak tangan.

 "Sebetulnya iya, ketika akan menghisap rokok, maka segera balikkan telapak tangan anda yang sedang memegang rokok, sehingga api rokoknya yang akan berhadapan dengan bibir anda," sahut dr Poppy.

Teh Celup

Teh Celup

Setiap pagi ayah membantu bunda membuat teh. Kali ini cepat sekali teh manisnya tersaji di meja makan, sementara bunda sibuk menyiapkan sarapan. "Cepat sekali ...yah" , kata bunda. Ayah hanya tersenyum.

Sebelum berangkat ke kantor, seperti biasa bunda berpesan pada bibi pembantu agar ampas teh jangan dibuang, tetapi disimpan.

Sore hari selepas pulang kantor, bunda mencari ampas teh tadi. Sambil beristirahat bunda menggosokkannya ke wajah. Rupanya bunda mengikuti tips agar wajah tetap cerah dari istagram. Tapi ada yang aneh, kali ini mukanya terasa lengket-lengket. Usut punya usut ternyata saat membuat teh ayah langsung menuangkan gula bersama teh di tekonya. Pantes saja jadi lengket. Sambil ngakak ayah bilang:" naaah...wajah bunda dah tambah maniiiis..deh!!!"

Pertemuan Sang Mantan

PERTEMUAN DENGAN MANTAN

       Di pusat perbelanjaan, tak terduga aku bertemu Anita, mantan pacarku 2 tahun yang lalu. Ia pernah menitipkan separuh hatinya padaku, tapi kami kemudian putus, setelah pacaran 3 tahun, atau setelah aku punya pacar baru. Anita sudah menikah dan saat ini sedang hamil besar. Ia berusaha menghindar, tapi akhirnya kami berhadapan sejenak. Ia kelihatan tambah cantik.

       Tanpa basa-basi, ia berkata dengan suara ketus, "Bayiku perempuan yang akan lahir 2 bulan lagi, dan kamu tidak boleh pegang-pegang perutku!"

       Persis! Itulah yang ingin kutanyakan. Ia ternyata masih bisa membaca pikiranku. Setelah itu, ia langsung pergi tanpa memberiku kesempatan untuk bicara. Hatiku sedikit menyesal. Mungkin dulu seharusnya ia kunikahi.

BNA,20102019

Sang Dokter Cinta

#pentigraf_jsh

ENSIKLOPEDIA SANG DOKTER CINTA

Kupandangi deretan Ensiclopedia Americana terbitan Scholastic di rak buku pribadiku. Sederet buku keren bergengsi yang kubeli dengan cara mengangsur setiap bulan. Bukan karena aku tak memiliki cukup uang untuk membayar kontan, tapi ini hanya caraku agar dapat rutin bertemu Niken, sales girl seksi yang datang di ruang kerjaku sebulan yang lalu. Hari ini tepat tanggal 10, jadwal yang dijanjikannya untuk datang menagih angsuran. Sejak pagi sudah kutunggu kedatangannya. Penampilanku lebih 'wow' dari biasanya walaupun umurku boleh dibilang menjelang senja, maklumlah akan kedatangan tamu istimewa. Predikat 'Dokter Cinta' ternyata tak luntur hanya karena bertambahnya usia. Entah sudah kali ke berapa cermin besar di dinding menjadi sasaran senyum saat melihat tampilanku sendiri.

Putaran jarum jam di atas pintu terasa sangat lambat hari ini. Aku mulai gelisah, persis seperti remaja saat menunggu kedatangan kekasih hatinya. Beberapa kali mengirim pesan WA ke nomor Niken selalu terlihat centang satu abu-abu dan panggilan telepon selalu terjawab oleh suara yang itu-itu saja, "Nomor telepon yang Anda tuju sedang tidak aktif atau sedang berada di luar jangkauan."

Aku terperanjat saat pintu ruang kerja diketuk. Seorang staf menjulurkan badannya menyampaikan bahwa ada tamu dari penerbit buku ingin bertemu denganku. Semringah aku mempersilakan, yakin bahwa yang datang adalah orang yang kutunggu-tunggu. Segera kurapikan rambut, kerah baju dan posisi dudukku. Sesaat kemudian seorang lelaki muda berpakaian rapi masuk sambil mengucapkan salam. Aku hanya bisa melongo melihatnya, ternyata bukan Niken yang datang. Setelah panjang lebar memperkenalkan diri, ada satu kalimat yang membuatku hampir terperenyak lantaran kaget, "Untuk selanjutnya saya ditugasi menagih angsuran bulanannya …." Mendadak kepalaku berdenyut, seolah tumpukan 30 jilid Ensiclopedia Americana menimpa dari ketinggian rak bukuku.

~°~

Pembaringan, 20102019.

Alam Pedesaan

ALAM PEDESAAN

"Lihatlah langit membiru... rasanya sejuk dipandang" kata Robby sambil menunjuk ke langit biru. Kemarau itu memang membuat gerah, tapi semilir sang bayu yang berhembus cukup mengusir hawa yang panas. Sungguh nyaman alam di pedesaan di tempat yang lengang. Jauh dari jalan yang ramai. Debu dan asap knalpot di jalanan mengotori paru-paru.

Setiap pagi, walau hanya beberapa saat mencoba mengayuh sepeda onthel tua kesayangannya menyusuri jalan di pinggiran pesawahan. Ia mencoba mengambil route yang tak banyak dilalui kendaraan bermotor. Berhenti sejenak di tempat yang sepi. Menghirup udara segar yang bebas dari polusi. Suasana yang hening turut mendukung keinginannya. Terkadang ia merasakan orang-orang memandangnya dengan heran. Entah merasa aneh melihatnya atau menilai sebagai orang yang kurang kerjaan. Bahkan ada pula yang memandang sinis, dianggap orang miskin yang tak mampu membeli kendaraan bermotor. Mungkin ada juga yang merasa kasihan. Robby tak peduli dengan semuanya itu. Ia ingin menikmati kebebasan di alam pedesaan.

Robby sering tertegun. Area yang dahulu sebagai area hijau telah berubah statusnya. Pinggiran sawah banyak berserakan sampah yang terbungkus plastik. Saluran air pesawahan sudah tak sejernih dahulu. Juga terkontaminasi buangan sampah dan plastik yang mengotorinya. Entah, apa yang ada dipikiran mereka saat membuang sampah sembarangan di pinggiran jalan di pesawahan. Kumuh juga tentunya. Dalam hati Robby menangis. Tapi tak mampu berbuat apa-apa.

#Pentigraf_hijau
#Masih_Belajar_Menulis

Solo, 22 Oktober 2019

Sang Nara Sumbet

SANG NARASUMBER

Wanita bergincu tebal itu memasuki ballroom dengan penuh percaya diri. Tawanya mengembang sembari menyalami satu persatu wanita peserta seminar, termasuk aku. Bunyi gelang kalung emasnya gemerincing mengiringi langkah kaki gemuknya. Sesaat kemudian dia duduk di kursi kehormatan, lalu dengan bangga diletakkannya tas cantik yang sudah kuduga pasti harganya fantastis.

Hari itu acara seminar. Aku tertarik mengikutinya karena bertema tentang peranan wanita atau istri dalam rumah tangga. Sebenarnya bukan temanya yang utama membuat aku tertarik, melainkan karena narasumbernya. Wanita tambun itu. Sejak pertama aku tahu bahwa dia yang akan mengisi acara, aku langsung antusias.

"Kita sebagai istri, harus pandai menyenangkan suami. Berdandanlah dengan rajin, kalau perlu ke salon seminggu sekali. Manjakan suami dengan masakan-masakan yang enak dan jangan lupa, seringlah kepo pada handphone suami ya Ibu-ibu... Itu cara yang jitu untuk mengusir pelakor dari kehidupan rumah tangga kita!" seru wanita itu berapi-api diiringi tepuktangan menggema dari seluruh peserta seminar. Kuambil kaca cermin kecil dari dalam tasku dan kupandangi wajah sederhanaku yang tanpa polesan. Kuusap telapak tanganku yang sedikit kasar karena setiap hari memasak walau rasanya mungkin tak sedasyat masakan resto. Aku tertawa geli. Batinku, memangnya kamu sudah berhasil menerapkannya, hai wanita bergincu, sementara suamimu saja sampai sekarang masih menjadi selingkuhanku?

Cinta: Perawan Itu Luka

CINTA: PERAWAN ITU LUKA

Sringatun mematut diri di depan kaca. Pupur mangir terpoles tipis di wajahnya dipadu dengan air tumbukan daun jati memerahkan bibir tipisnya. Untuk busana, sengaja ia pilih kemben biru dibebat sampur, dan jarik motif kawung sebagai andalan pertunjukan sore itu.

Tua muda laki bini bersorak menyambut Sringatun yang melangkah anggun dengan mata memejam. Tungkai kaki tak beralas itu begitu lembut melentik ke sana kemari seiring gemulai tangan sehalus sutera bergerak-gerak nyempurit, ngukel, tawing dan sebagainya. Sringatun menyihir semua warga, tak ada yang berkedip, tak sedikit yang ternganga.

Sementara itu dalam tariannya, batin Sringatun terpenjara. Syarat keperawanan sebagai Penari Seblang telah memasung cintanya pada berpuluh lelaki yang akhirnya meninggalkannya dan mengawini mereka-mereka yang tak lebih cantik darinya. Ia dirawat dan dipuja untuk dilihat, bukan untuk direngkuh dan dijamah. Tiba-tiba Sringatun membuka mata dan mengeluarkan sebilah pisau lalu mengunjamkan ke dadanya. Darah menyembur, warga berhambur. Sringatun memilih takdirnya, membawa keperawanan celaka dalam kematian. Untuk apa ada cinta jika tak ada yang memilikinya?

Yogyakarta, November 2019.

Note: Seblang adalah tarian mistis di Daerah Banyuwangi

Bandara

BANDARA

Disini, seakan tidak ada yang menganggapku berguna. Keberadaanku hanya sebatas aksesoris belaka. Bagian yang tidak bisa dihilangkan dan jika meskipun ada tidak dianggap. Ketika aku lewat di depan mereka hanya angin yang tidak memiliki bayangan. Aku sangat sadar. Memang pekerjaanku sebagai pembersih bukan pekerjaan yang penting. Karena itu tidak memiliki nilai di mata semua orang.

Ukuran tubuhku saja tidak sebanding dengan orang-orang biasanya. Hanya lebih tinggi sejengkal dari tong sampah plastik yang terletak di sisi lorong bandara. Aku juga tidak pernah mengeluh dengan keadaanku saat ini. Hanya oramg tuaku saja yang tidak mau dengan kehadiranku di sisi mereka. Nyatanya mereka telah bersekongkol untuk meninggalkanku di tong sampah. Iya! Pesrsis dengan apa yang kau pikirkan. Di bandara.

Menjadi tukang sapu, aku harus pandai dan yang pasti harus memiliki kemampuan untuk menjawab dan menjukkan segala kebutuhan orang-orang yang hendak pergi atau datang dari perjalanan mereka. Tak jarang mereka menanyakan toilet, musollah, galeri mesin ATM dan kapan jadwal pemberangkatan. Hal ini memang bukan pekerjaan wajibku, namun aku juha harus bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi terminal pesawat. "Anda kami terima bekerja disini supaya orang tua Anda ingat bahwa mereka telah membuang bayi di tempat ini." Begitu kata atasan kepadaku saat melamar pekerjaan disini.

Sumenep, 2019

Hari Pohon

HARI POHON

Sengaja Lamria melewati jalanan sepi itu kembali. Jalan Bersukaria namanya. Jalanan itu kini teduh dan di kanan kirinya banyak sekali pohon yang beraneka ria macamnya . Berderet pohon trembesi yang belum begitu besar tetapi daun rindangnya sudah mulai cantik . Beralih dia pada salah satu lokasi yang berupa tanah kosong yang notabene menurut kabar burung, tanah itu tanahnya salah satu rumah sakit swasta yang sangat terkenal di ibukota. Di sana ada keajaiban yang mengundangnya berhenti berjalan dan masuk .
ke dalamnya.

Begitu banyak pohon buah-buahan yang tumbuh. Begitu banyak buah yang mengundang selera. Pohon-pohon itu sudah mulai berbuah. Tidak teratur memang cara jarak tumbuhnya. Tetapi kelengkeng, rambutan, mangga, dan lainnya. Tiba-tiba matanya tertumbuk pada papan tulisan di tengah tanah itu. Isinya sungguh membuat air matanya turun.

"Kumpulkanlah setiap biji dari buah yang Anda makan, dari sana keajaiban akan tumbuh, dan kalian telah melestarikan alam dan berbagi kebahagiaan karena menyediakan buah dengan sukaria tanpa perlu membayarnya. Cukup Anda balas dengan menebarkan kembali buah yang Anda makan di tanah mana pun." HARI POHON, 21 November 2017.Tertanda Lamria. "Terima kasih Tuhan, aku pernah memberikan jejak kebaikan," batin Lamria. Bahkan dia sudah 'pangling' di tanah itu idealismenya tertanam dan sampai sekarang dan begitu banyak orang melakukan kebaikan.

Julia Daniel Kotan
KRL, 22 November 2019
#pentigrafhijau

Pamit

#pentigraf_jsh

PAMIT

Kepalaku tertunduk lesu ketika perjalananku sampai di batas kotamu. Persis sama dengan ketika aku datang pada suatu siang di terik kemaraumu. Empat puluh satu tahun yang lalu. Kurun waktu yang teramat panjang untuk sebuah penantian, namun terlampau singkat untuk mengakhiri sebuah kemesraan.

Yaa, rangkaian waktu yang selama itu peluhku acap kali mengucur mengairi sawah ladang keringmu dan mengalir sampai di muara ikut mengasinkan lautmu, walau kutahu semua itu pada akhirnya tak banyak memberi arti.

Ladang-ladang garam diam membisu ketika aku berbisik tanpa berisik. Tak ada air setetes pun merebak di pelupuknya. Mungkin mereka sudah tak mampu menguapkan air mata setelah disesap habis terik kemarau. Tapi aku paham, tak harus ada tangis hanya lantaran perpisahan. Sebab rindu bukan karena jauhnya jarak yang memisahkan, namun oleh dekatnya hati yang menautkan.

Pembaringan, 22112019.

Sidang

SIDANG

Warsini akan diadili malam ini. Tuduhannya pun tak main-main. Ia biang kerok hilangnya keperjakaan sebagian besar pemuda. Yang menuntutnya adalah para kekasih yang seharusnya lebih berhak atas apa yang telah dirampas Warsini.

Dalam pengadilannya, Warsini membuat pledoi bahwa semua dilakukan atas dasar suka sama suka. Namun beberapa korban tegas menyangkal. Mereka mengatakan kejadian itu berlangsung saat dimabukkan, tertidur pulas, bahkan diperkosa.

Warsini yang terpojok mengajukan negosiasi. Tuduhan harus dibuktikan dengan berimbang. Ia menuntut rekonstruksi adegan. Bukan sembarang, melainkan betulan. Majelis diam dan berunding untuk kemudian menyepakati permintaan tertuduh. Segeralah keluar maklumat untuk mencari relawan memerankan korban Warsini. Tak dinyana, semua lelaki mengacungkan jari, bahkan pimpinan majelis. Warsini tersenyum. Apapun vonisnya Warsini memenangi peperangannya, menundukkan semesta dengan selangkangannya.

Yogyakarta, November 2019

Selingkuh

SELINGKUH

Apa yang membuatnya begitu bergairah untuk membunuh bayinya sendiri? Sumarwi tetap saja menuduh istrinya berselingkuh dengan lelaki yang menjadi pujaan hatinya. Dari dulu, ia memang sudah memiliki rasa dendam sangat kuat bagi siapa saja yang berusaha mendekatinya. Meski adik sepupunya Murti sendiri dilarang keras untuk datang ke rumahnya. Sudah lima tahun yang lalu sepupu Murti tidak pernah datang untuk silaturrahim ke rumahnya.

Beberapa kali Harun mencoba ingin melenyapkan darah dagingnya sendiri itu. Seminggu yang lalu ia sengaja meletakkan bantal besar di muka bayinya saat Murti menyaksikan sinetron kesayangannya di layar kaca cembung milik tetangganya, sehingga suara tangis bayinya tidak terdengar. Beruntung saat itu mertua Harun sedang di rumah. Biasanya ibu Murti menjaga warung kelontong di sudut pasar kecamatan setiap hari dari pagi hingga habis asar tiba.

"Aku memang tidak bisa mengakui dia sebagai anakku. Lihat saja wajahnya dan kulitnya, sama sekali tidak sama dengan diriku. Kupingku juga panas ketika orang-orang yang datang menjenguknya memuji-muji ketampanannya." Kali ini Murti lebih memilih untuk diam dan tidak meladeni kemarahan suaminya. Murti sudah beberapa kali pula menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah berselingkuh dengan siapapun termasuk orang yang benar-benar ia idolakan. Murti hanya mengikuti kata orang-orang di sekitar rumahnya agar bayinya tampan seperti Roshan, ia harus membayangkan lelaki india itu dengan mengelus perutnya tiap hari.

Sumenep, 2019
#gambar hanya pemanis dan tidak berkaitan dengan cerita

Marahnya bu Rinni

Marahnya Bu Rini

Bel masuk kelas dibunyikan pukul 13.10 WIB. Bu Rini bergegas ke kelas 9B sesuai jadwal hari itu. Udara terasa amat panas, ditambah harus mengajar matematika membuat bu Rini ektra berpikir agar siswanya bertahan dan enjoy belajar.

 "Selamat siang anak-anak, walau siang ini terasa begitu panas ibu harap kalian masih semangat ya..." Apakah tugas kelompok sudah selesai?" "Yang sudah silahkan lanjut untuk membuat videonya, dan yang belum silahkan diselesaikan!" "Jika masih ada pertanyaan ibu selalu siap untuk kalian",demikian kalimat bu Rini dalam mengawali pembelajaran.

Sebagian besar murid segera bergegas melanjutkan tugas. Empat siswa laki-laki di ujung kelas masih enggan belajar dan terus bercanda. Bu Rini menegur mereka beberapa kali, tetapi tak digibris hingga kesabarannya habis. Setelah menghela napas dalam tiga kali, bu Rini berkata:"baiklah kalau kalian belum siap belajar ibu tunggu, tapi ibu perlu oksigen karena sepertinya ibu hendak marah." Anak-anak jadi terdiam. Bu Rini keluar ruangan menuju lapangan, lalu diambilnya sebuah batu dan dengan kuat-kuat dilemparkannya batu itu ke tiang ring basket. Legalah hati bu Rini, kemudian dia masuk kembali ke dalam kelas dengan tenang. Senangnya bu Rini melihat anak-anak sudah tenang mengerjakan tugasnya.

Selamat Hari Guru

#pentigraf_lepas
Yoyun Comes Back (158)
SELAMAT HARI GURU
Genoveva Dian

Hari ini tepat lima tahun Yoyun mengajar di SMK  GETOK TULAR. Sekolahan yang dulu juga menjadi tempat di mana dia menimba ilmu. Di situ, Yoyun mengajar Matematika. Dan dia menjadi idola para muridnya yang kebanyakan perempuan itu karena pembawaannya yang tenang tapi penuh wibawa. Dalam mengajar pun, Yoyun penuh humor sehingga matematika yang menjadi momok bagi para murid itu tidak berlaku di SMK GETOK TULAR.

Namun hari yang seharusnya istimewa ini malah menjadi cerita sedih buat Yoyun. Sedari pagi hendak berangkat, sudah ditemukannya sebatang paku berkarat menancap pada salah satu ban motornya. Yoyun berpikir mungkin waktu dia pulang mengajar kemarin tanpa sengaja ban motornya menginjak paku dan menyebabkan bocor namun tanpa dia sadari. Atau ada seseorang yang iseng karena tidak suka padanya. Lalu sampai di sekolah, sudah terlambat karena abang ojolnya lelet, masih diomeli Kepala Sekolah, dan para murid yang mendadak brutal. Yoyunpun duduk menangis di pojokan ruang UKS. Sebagai Guru, baru kali ini dia merasa sebegitu malang.

"Permisi, Pak," sapa seseorang membuka pintu ruang UKS. Yoyun mengingsut air matanya. Dilihatnya Anita, siswi tercantik di SMK GETOK TULAR datang dengan membawa sebuah bungkusan kertas koran. Anita mengulurkan kertas itu kepada Yoyun, dan setelah dibuka, hanya ada tulisan 'SAYA MENANTANGMU, PAK . TTD SISWI KELAS XII.' Yoyun terkejut, ada apa ini, kemudian Anita mengajak Yoyun keluar dan berjalan menuju kelas XII dan, taraa...  seluruh siswi berhamburan memeluk Yoyun, mengecupi pipinya dan menyanyikan lagu Hymne Guru. Mereka mengatakan bahwa Yoyun tetap menjadi Guru terbaik bagi mereka. Kembali Yoyun duduk menangis di pojokan, kali ini penuh haru dan sedikit berpikir, andai Anita mau jadi istrinya.

#yoyuncomesback

Penulis yang sudah berpartisipasi
Agust Wahyu, Robertus Sutartomo, Genoveva Dian, Albertha Tirta, Bun Siaw Yen, Jenny Seputro, Budi Hantara, Agustinus Warsito, Merry Srifatmadewi, Agnes Kinasih, Waty Sumiaty Halim, Sylvia Marsidi, Ken Agnibaya, Theresia Lely, Agusanna Ernest, Nita Anita, Yosep Yuniarto, Galuh Purwaningdyah, Nunik Tyas, Yanie Wuryandari, Hery Sujatmo, Siu Hong-Irene Tan, Maria Miguel, Stella Christiani Ekaputri Widjaja, Dewi Mudatama, Senja Menepi Yunardi Cicilia Evie S. Rahardjo, Ypb Wiratmoko, Andina Aurelita, Apri Liyan Tino

Catatan:
• Pentigraf atau penagraf ini merupakan cerita lepas judul " Yoyun Comes Back" yang menghadirkan tokoh utama Yoyun, laki-laki sederhana dan lugu dari pinggiran kota Tegal.
• Siapa saja boleh menyumbangkan tulisan di sini, tentunya dengan pesan-pesan positif yang menyejukkan.
• Pentigraf atau penagraf dapat dikemas dengan sedih, humor, dan sebagainya.
• Bagi yang beminat dapat dikirim lewat inboks ke Agust Wahyu jangan lupa paling bawah tulis #yoyuncomesback
• Semua karya akan diedit/direvisi penulis bila ada kekurangan dengan beberapa masukan dari Agust Wahyu dan teman-teman sekalian

Salam Literasi

Tandu

TANDU

Sore harinya, kami membawa Sifa ke puskesmas terdekat dengan rumah. Hanya ada satu-satunya unit pelayanan kesehatan dari pemerintah ada di desa tetangga. Meski begitu, kami harus menempuh jarak yang cukup sulit, apa lagi ditambah dengan kondisi Sifa merasakan sakit di sekitar perutnya. Kami menggotongnya dengan tandu ala kadarnya saja. Tidak ada kendaraan yang dapat kami gunakan untuk mempermudah membawa Sifa selain kain sarung milik suaminya sendiri dengan sebatang bambu sebagai pemikulnya. Kami juga harus bergantian membawa Sifa di pundak kami. Jalan terjal dan berbatu besar tidak menyulutkan semangat kami agar segera ditangani secara medis.

Di puskesmas, kami membaringkan Sifa di ruang emergenci. Kamar yang dicat serba hijau berpadu dengan korden berwana daun muda begitu mencerahkan mata. Kami dapat merasakan dalam dada ada sirkulasi udara yang keluar-masuk sangat leluasa. Delapan kilo perjalanan kami tempuh dengan jalan kaki tidak seperti biasa. Seakan kami dikejar-kejar kuntilanak di siang bolong. Kami pun tidak pernah hirau tapak kaki menginjak benda-benda tajam atau berbahaya.

Sebetulnya ada jalan alternatif dapat ditempuh kurang dari dua jam. Namun untuk bulan November akhir seperti sekarang curah hujan sangat tidak bersahabat. Jalan itu biasanya digenangi air setinggi pinggang. Itu sebabnya kami tetap mengambil jalan nasional. "Bapak harus tabah dengan kondisi dari pasien. Tentu pasien akan terpukul dengan kejadian yang menimpa dirinya. Bapak harus bisa membujuk dan menenangkan pikirannya. Jangan paksa dia mengingat kembali tentang persoalan hari ini dan sebelumnya. Sebisa mungkin, suaminya harus bisa menghiburnya karena perutnya sudah normal kembali seperti semula. Kotoran yang menyumbat saluran dalam perutnya mengakibatkan pembengkakan."

Sumenep, 2019

Gerakan Hijau Ala Sekolah

GERAKAN HIJAU ALA SEKOLAH

*Iin Soekamto

#pentigrafhijau

Sudah tiga bulan Bu Mirah merasa heran, sekaligus bingung. Sampah yang diangkut dari sekolahan dekat rumahnya menyusut jumlahnya. Rasanya dalam satu hari Bu Mirah dan suaminya bisa mengangkut enam gerobak, " Kok sudah tiga bulan ini   cuma tiga gerobak, 'malah' sejak kemarin dua gerobak ya Pak,"  Bu Mirah heran. Bahkan sampah tas 'kresek' plastik, botol plastik tak ada. Bu Mirah dan suami memang pekerja pengumpul sampah, sebenarnya cukup prihatin lantaran penghasilan memilah jenis sampah dari karton, plastik, kertas bekas yang disetor ke lapak berkurang.

Keluhan suami-istri  pengumpul sampah itu juga dirasa penjual jajanan pinggir jalan depan kompleks SD dan SMP sekolahan itu. "Anak-anak jarang jajan sekarang ini," keluh penjual bakso, sosis bakar, lontong balap, siomay, dan yang lain.

Agaknya gerakan membawa bekal makan, juga minuman dengan botol sendiri dari rumah sudah dianjurkan oleh para guru di situ. "Anjuran lewat anak-anak di sekolah sangat manjur. Pasti ditaati," kata Bu Guru Karlina, pengajar Matematika di SMP itu. Makan siang bersama sambil berbagi cerita masakan Ibu masing-masing. Mereka saling bercanda, pamer warna 'tumbler' hingga kotak makan. Keranjang sampah sekolahan juga bersih, tak berbau. Lingkungan tambah segar. Mungkin para penjual makanan sepanjang pinggir jalan mulai siap-siap ganti profesi. Begitu pula Bu Mirah dan suaminya.

/HSI-hijau5

Duka Ibu Guru

#pentigraf_lepas
Yoyun Comes Back (159)
DUKA IBU GURU
Agust Wahyu

Telah lama Yoyun merindukan guru-gurunya yang pertama kali mengajarinya membaca dan menulis. Dari informasi terakhir yang dia dapatkan, guru-guru tersebut sebagian besar masih setia dengan profesinya. Tentunya mereka semua sudah berusia cukup lanjut dan mendekati purna bakti. Saat mereka dulu mengajar Yoyun, usia mereka masih sangat muda, kebanyakan merupakan guru baru. Yoyun merasa saat ini adalah saat yang tepat untuk menjumpainya, sekalian memperingati Hari Guru Nasional.

Yoyun sekarang bukan lagi anak kecil yang selalu didudukkan di bangku terdepan karena sering mengantuk. Bukan lagi anak kecil kurus hitam yang bila ingusan hanya disapu dengan punggung tangan. Setelah 30 tahun, dia sukses dalam karir menjadi salah satu pimpinan pada perusahaan otomotif di negeri ini. Sebagai rasa syukur dan ucapan terima kasihnya, dia ingin menemui guru-gurunya, terutama Ibu Sukapti wali kelas pertamanya dulu. Telah lama dia merencanakan pertemuan tersebut. Semula dia akan bergabung dengan teman-temannya yang mengadakan reuni tahun lalu. Tapi saat itu dia berhalangan karena sedang  tugas ke luar negeri. Makanya dia baru bisa lakukan sendiri sekarang.

Dengan rasa bahagia yang sekaligus mengharukan, Yoyun disambut oleh guru-guru yang pernah mengajarnya. Ibu Sukapti yang masih sangat sehat tak bisa menutupi rasa haru dan bahagianya. Air matanya terus menetes membasahi pipinya yang keriput memeluk Yoyun. Yoyun sendiri tak mampu berkata apa-apa, dia teringat saat ibu yang dianggap ibunya sendiri saat mendorongnya untuk rajin sekolah. Acara yang berlangsung setelah usai  sekolah itu terasa penuh keakraban, hanya diiisi dengan cerita kenangan dari Yoyun dan beberapa guru saat Yoyun sekolah. Sebelum makan siang bersama, Yoyun menyampaikan bingkisan buat masing-masing guru. Lalu Yoyun kembali minta Ibu Sukapti untuk memberikan kesan dan nasehat bagi dirinya. Tanpa diduga, dia kembali meneteskan air mata membuat ruangan itu hening. Dia mengatakan sangat bahagia, anak tercintanya menjadi orang yang sukses karena mendengar nasehatnya untuk belajar dengan baik. Tetapi dia juga sangat sedih melihat Yoyun. Dengan terbata-bata dia berkata, “Maafkan ibu, Nak Yoyun karena ibu tak pernah mengajarimu mencari jodoh… .”

Santa Ursula, 26 November 2019

#yoyuncomesback

Penulis yang sudah berpartisipasi
Agust Wahyu, Robertus Sutartomo, Genoveva Dian, Albertha Tirta, Bun Siaw Yen, Jenny Seputro, Budi Hantara, Agustinus Warsito, Merry Srifatmadewi, Agnes Kinasih, Waty Sumiaty Halim, Sylvia Marsidi, Ken Agnibaya, Theresia Lely, Agusanna Ernest, Nita Anita, Yosep Yuniarto, Galuh Purwaningdyah, Nunik Tyas, Yanie Wuryandari, Hery Sujatmo, Siu Hong-Irene Tan, Maria Miguel, Stella Christiani Ekaputri Widjaja, Dewi Mudatama, Senja Menepi Yunardi Cicilia Evie S. Rahardjo, Ypb Wiratmoko, Andina Aurelita, Apri Liyan Tino

Catatan:
• Pentigraf atau penagraf ini merupakan cerita lepas judul " Yoyun Comes Back" yang menghadirkan tokoh utama Yoyun, laki-laki sederhana dan lugu dari pinggiran kota Tegal.
• Siapa saja boleh menyumbangkan tulisan di sini, tentunya dengan pesan-pesan positif yang menyejukkan.
• Pentigraf atau penagraf dapat dikemas dengan sedih, humor, dan sebagainya.
• Bagi yang beminat dapat dikirim lewat inboks ke Agust Wahyu jangan lupa paling bawah tulis #yoyuncomesback
• Semua karya akan diedit/direvisi penulis bila ada kekurangan dengan beberapa masukan dari Agust Wahyu dan teman-teman sekalian

Salam Literasi

Kisah anak kost

#pentigraf_lepas
Yoyun Comes Back (161)
KISAH ANAK KOST
Yosep Yuniarto

Yoyun baru satu minggu ini bekerja di Jakarta. Dia mendapat tempat kost yang dihuni oleh sekitar lima puluh orang. Kamar mandi banyak, berjejer dan semuanya memiliki bentuk yang sama. Pagi itu Yoyun keluar dari kamar sambil membawa perlengkapan mandi. Rupanya dia bangun agak kesiangan karena pintu-pintu kamar mandi tertutup semua. Untungnya hampir di bagian ujung ada yang kosong. Sambil menarik napas lega, Yoyun segera masuk ke kamar mandi tersebut.

Selepas mandi Yoyun bergegas menuju kamar. Namun, saat hendak membuka pintu, cowok itu baru tersadar kalau kunci kamar tidak ada. Yoyun secepat kilat balik ke tempat tadi dia mandi. Ternyata sudah ada penghuni kost lain yang masuk di kamar mandi tersebut. Yoyun menggerakkan tangan hendak mengetuk pintu. Namun, tiba-tiba cowok itu merasa tidak enak hati, terlebih karena belum saling mengenal dengan penghuni kost lain. Yoyun juga berpikir paling-paling yang di dalam tak akan lama mandinya. Perkiraannya meleset, orang itu baru keluar sekitar lima belas menit kemudian.

Yoyun langsung masuk ke kamar mandi. Cowok itu menengok ke bagian dalam gantungan baju, tempat tadi dia menaruh kunci. Sayangnya yang dicari tidak ada di sana. Dengan wajah bingung, Yoyun menengok kanan-kiri, tetapi tidak ketemu juga. Padahal Yoyun yakin sekali kalau kunci tadi dia taruh di sebelah handuk. Saking bingungnya sambil iseng, Yoyun ke kamar mandi sebelahnya, yang notabene sudah kosong dari tadi. Ternyata kuncinya ada di sana. Yoyun baru tersadar, selama itu dia menunggu kamar mandi yang salah. Akibatnya cowok itu terlambat sampai di tempat kerja.

Tegal, 28 November 2019
#yoyuncomesback

Penulis yang sudah berpartisipasi
Agust Wahyu, Robertus Sutartomo, Genoveva Dian, Albertha Tirta, Bun Siaw Yen, Jenny Seputro, Budi Hantara, Agustinus Warsito, Merry Srifatmadewi, Agnes Kinasih, Waty Sumiaty Halim, Sylvia Marsidi, Ken Agnibaya, Theresia Lely, Agusanna Ernest, Nita Anita, Yosep Yuniarto, Galuh Purwaningdyah, Nunik Tyas, Yanie Wuryandari, Hery Sujatmo, Siu Hong-Irene Tan, Maria Miguel, Stella Christiani Ekaputri Widjaja, Dewi Mudatama, Senja Menepi Yunardi Cicilia Evie S. Rahardjo, Ypb Wiratmoko, Andina Aurelita, Apri Liyan Tino

Catatan:
• Pentigraf atau penagraf ini merupakan cerita lepas judul " Yoyun Comes Back" yang menghadirkan tokoh utama Yoyun, laki-laki sederhana dan lugu dari pinggiran kota Tegal.
• Siapa saja boleh menyumbangkan tulisan di sini, tentunya dengan pesan-pesan positif yang menyejukkan.
• Pentigraf atau penagraf dapat dikemas dengan sedih, humor, dan sebagainya.
• Bagi yang beminat dapat dikirim lewat inboks ke Agust Wahyu jangan lupa paling bawah tulis #yoyuncomesback
• Semua karya akan diedit/direvisi penulis bila ada kekurangan dengan beberapa masukan dari Agust Wahyu dan teman-teman sekalian

Salam Literasi

Pelayanan Prima

PELAYANAN PRIMA

Kemaren sepulang kerja saya mampir ke warung makan yang menjual sop senerek. Ketika motor siap diparkirkan penjual yang sekaligus pemilik warung berlari kecil menghampiri saya.
"Maaf pak sop senereknya habis" kata beliau.  Sayapun mengangguk dan menyampaikan bahwa tidak masalah besok saja saya mampir lagi.

Tampak pada kasus diatas pemilik/penjual yang sekaligus menjadi marketer paham benar keinginan pelanggan bahkan sebelum  memilih menu di warung itu. Tak banyak yang memahami arti pelayanan prima pada warung yang sederhana.

Malamnya kami sekeluarga makan di luar rumah. Kebetulan warung makan yang kami pilih adalah warung makan penyetan dan ikan bakar. Warungnya cukup besar dan menu juga banyak.  Kami memilih menu dan setelah tersaji kami santap dengan lahap. Setelah kami bayar kamipun beranjak pergi dan penjual dan beberapa pramuniaga membiarkan kami pergi tanpa sapaan apapun walaupun saat itu warung sangat sepi karena hanya kami yang datang. Penjual abai terhadap pelayanan pelanggan yang baik. Mungkin kami tak akan mampir lagi di situ bukan karena menu makanannya tapi karena ketidak ramahan penjualnya. Tidak paham apa itu pelayaman prima.

Sicantik Penjual Buah

SI CANTIK PENJUAL BUAH

#Pentigrafhijau

       Di dekat rumahku ada pasar kecil. Namanya Pasar Nila. Aku kadang melewati tempat itu diwaktu olah-raga pagi. Saat akhir pekan biasanya aku makan bakmi di sana dan mentraktir kedua orang tua. Ketika bertemu teman atau tetangga, aku sering berpesan supaya berbelanja di Pasar Nila. Kita harus mendukung usaha kecil di dekat rumah. Kita harus memprioritaskan belanja dan konsumsi buah lokal daripada yang impor. Itu karena pengangkutan buah impor menyebabkan pemanasan global dan biaya lebih tinggi. Meskipun aku heran karena kadang jeruk impor harganya bisa lebih murah daripada yang lokal. Itulah beberapa hal yang sering kukatakan kalau bertemu teman atau tetangga.

       Di Pasar Nila ada penjual buah yang cantik. Wajahnya mengingatkan aku pada penyanyi Yuni Shara. Entah kenapa kiosnya sepi pembeli. Pernah kutanya mamaku yang biasa belanja, ternyata dia juga tak suka belanja ke sana. Suatu pagi, aku iseng mampir ke kios itu. Penjualnya yang cantik sedang main hp rupanya. Aku berniat beli jeruk. Ternyata harganya sekilo 20 ribu. Aku dulu lahir di perkebunan jeruk. Sedari kecil aku bisa memilih jeruk yang manis dan berair. Jeruk bagus ternyata ditaruh di bawah. Kupilih 7 buah. Beratnya sekitar sekilo. Setelah ditaruh di atas timbangan manualnya, ternyata sekilo lebih sedikit. Si cantik lalu mengambil 2 jeruk besar pilihanku, ditukar dengan 2 yang lebih kecil. Aku tahu ia memilihkan yang asam, tapi aku pura-pura tidak melihat. Segera kubayar dengan uang 50 ribu yang baru dan kaku. Ia mengambil dompetnya yang besar dan membuka ritsleting. Kulihat ada uang berjejer rapi. Ia memilih yang paling jelek dan memberiku kembalian. Setelah dari sana, aku iseng mampir ke toko daging kenalanku yang mempunyai timbangan digital. Aku minta tolong ditimbang jerukku. Ternyata bukan 1000 gram atau 1 kilo, tapi cuma 920 gram atau kurang 8 persen.

       Kini aku tahu kenapa kiosnya sepi.

29 Nov 2019
290 kata

Bumi Makin Panas

BUMI MAKIN PANAS

#Pentigrafhijau

       Kepada calon istriku Santi, aku berikan ide. Bagaimana kalau nanti setelah menikah, kami tidak usah punya anak saja. Itu karena dunia ini sudah kebanyakan penduduk. Kalau tidak salah jumlah penduduk bumi sudah melebihi 7 milyar orang saat ini. Banyak sekali. Menambah anak akan semakin membebani bumi. Itu karena seorang anak memerlukan banyak sumber daya untuk menopang hidupnya, misalnya makanan, air, minyak, kertas,  gula, dan garam.

       Calon istriku bingung dan diam saja, tapi kedua calon mertuaku tidak setuju. Mereka mengharapkan cucu untuk meneruskan garis darah. Pak Andi, calon  mertuaku lalu mengutip ayat Alkitab dimana Allah memerintahkan manusia supaya beranak-cucu dan memenuhi bumi. Aku tahu itu salah satu perintah Tuhan yang pertama. Aku mendebatnya dan mengatakan bahwa bumi kini sudah penuh sesak dan semakin panas. Keinginan Tuhan sudah terpenuhi. Pak Andi memandangku sambil kipas-kipas. Waktu itu udara memang sedang panas. Ia tiba-tiba tertawa dan menyetujui omonganku.

       Aku merasa lega mendengar persetujuannya. Sebenarnya alasanku bicara itu karena ada masalah. Belum lama ini aku menjalani General Check Up. Kata dokter aku sulit memiliki keturunan.

29 Nov 2019
170 kata

Akhir Episode

AKHIR EPISODE

Cerita berjalan semakin seru, sesekali tangan Nur mengepal-ngepal geram. Tak jarang ia memekik gemas ketika tokoh utama menangis tanpa perlawanan saat ditindas. Saat itulah pintu rumahnya digedor-gedor dari luar. Dengan gusar ia melangkah ke  pintu depan. Keasyikannya menonton sinetron terganggu oleh suara itu. Cara bertamu yang tak sopan, pikirnya. Ia tak merasa berurusan dengan siapapun, baik bank plecit, debt collector, atau apapun yang berpeluang melakukan cara bar-bar menggedor pintu begitu.

Sesampainya di luar, beberapa orang berkumpul mengelilingi sesosok tubuh mungil bersimbah darah. Nur menjerit dan menangis sejadi-jadinya. Matanya menatap liar ke arah sesosok lagi yang menangis ketakutan. Dito, anak sulungnya yang masih kelas dua SD, gemetaran. Di sebelahnya tergeletak potongan besi dengan darah, darah Dirga, adiknya yang masih TK nol besar.

Nur sujud memeluk tubuh diam Dirga sambil menciuminya, beberapa tetangga berusaha menenangkan. Dengan kemarahan yang teramat sangat, Nur menghardik menanyai Dito atas apa yang telah dilakukannya. Dengan polos Dito menjawab, "Dito berusaha membasmi penjahat, Bu. Dirga jadi penjahatnya. Dito ingin seperti yang di tv tadi malam itu Bu." Badan Nur ringan seperti melayang. Ia teringat sinetron kesukaannya yang setiap malam mereka tonton. Pandangan Nur gelap, tubuhnya limbung dan pingsan. Dalam pada itu, nampak Dirga memandang sinis padanya.

Kampung, di depan TV, November 2019

Setia

#pentigraf_lepas
Yoyun Comes Back (164)
SETIA
Galuh Purwaningdyah

Meskipun usianya sudah matang, Yoyun masih tetap betah dengan status jomlonya. Orangtuanya sudah berulang kali mencoba menjodohkan dengan gadis-gadis cantik dan menarik, tapi masih belum ada yang bisa membuka pintu hati Yoyun. Sebenarnya, Yoyun pernah menjalin hubungan dengan seorang gadis bernama Flora, yang merupakan cinta pertamanya sejak SMA. Hubungan mereka tetap berlanjut hingga mereka telah menyelesaikan studi.

Beberapa tahun kemudian, setelah bekerja dan memiliki karir yang bagus, Yoyun merasa siap dan mantap untuk menikahi Flora. Selaian usia yang telah lebih dari cukup, secara ekonomi ia juga sudah mapan. Ditambah lagi desakan orangtuanya yang ingin segera menimang cucu. Tetapi Yoyun tidak mengerti dengan sikap Flora yang seakan enggan untuk melangkah ke jenjang pernikahan dan menggantung status hubungannya dengan Yoyun. Setiap Yoyun menyampaikan keinginannya untuk segera menikah, Flora selalu berdalih dan mengatakan tidak ingin menjadi beban Yoyun dan tidak ingin membuat Yoyun susah. Semua alasannya membuat Yoyun kebingungan. Tetapi sikap Flora yang tidak memberikan kepastian itu tidak sedikitpun menggoyahkan cinta Yoyun padanya.. Secara diam-diam Yoyun mencari tahu tentang  keanehan Flora dengan meminta informasi dari sahabat terdekatnya. Apalagi semakin hari Flora terlihat pucat dan Yoyun yakin kekasihnya itu pasti menyembunyikan sesuatu.

Kebenaran tentang Flora yang diterima Yoyun membuatnya terguncang. Nova, sahabat dekat Flora mengatakan, kekasihnya itu mengidap kanker otak. Setelah mengetahui kebenaran itu, Yoyun bertekad akan terus mendampingi Flora. Ia tidak peduli bahwa harapan hidup bagi Flora sangat tipis. Justru Yoyun semakin sungguh-sungguh menunjukkan cinta dan kasih sayangnya ketika kondisi Flora semakin memburuk. Tidak sekejab pun Yoyun meninggalkannya. Bahkan ketika mendekati hari-hari terakhir Flora meminta Yoyun untuk mencari penggantinya, Yoyun berjanji akan tetap setia pada Flora. Janji itu benar-benar dibuktikannya. Setelah Flora menyerah dengan penyakitnya, Yoyun tetap menutup rapat-rapat pintu hatinya untuk wanita lain. "Aku akan tetap memegang janji setiaku, Flora. Demi cintaku padamu," bisik Yoyun kepada foto Flora setiap malam. Hingga hari ini, belum ada wanita yang bisa mengoyahkan hatinya.

Palu, 1 Desember 2019

#yoyuncomesback

Penulis yang sudah berpartisipasi
Agust Wahyu, Robertus Sutartomo, Genoveva Dian, Albertha Tirta, Bun Siaw Yen, Jenny Seputro, Budi Hantara, Agustinus Warsito, Merry Srifatmadewi, Agnes Kinasih, Waty Sumiaty Halim, Sylvia Marsidi, Ken Agnibaya, Theresia Lely, Agusanna Ernest, Nita Anita, Yosep Yuniarto, Galuh Purwaningdyah, Nunik Tyas, Yanie Wuryandari, Hery Sujatmo, Siu Hong-Irene Tan, Maria Miguel, Stella Christiani Ekaputri Widjaja, Dewi Mudatama, Senja Menepi Yunardi Cicilia Evie S. Rahardjo, Ypb Wiratmoko, Andina Aurelita, Apri Liyan Tino, Cahyanti, Mimi Marvill

Catatan:
• Pentigraf atau penagraf ini merupakan cerita lepas judul " Yoyun Comes Back" yang menghadirkan tokoh utama Yoyun, laki-laki sederhana dan lugu dari pinggiran kota Tegal.
• Siapa saja boleh menyumbangkan tulisan di sini, tentunya dengan pesan-pesan positif yang menyejukkan.
• Pentigraf atau penagraf dapat dikemas dengan sedih, humor, dan sebagainya.
• Bagi yang beminat dapat dikirim lewat inboks ke Agust Wahyu jangan lupa paling bawah tulis #yoyuncomesback
• Semua karya akan diedit/direvisi penulis bila ada kekurangan dengan beberapa masukan dari Agust Wahyu dan teman-teman sekalian

Salam Literasi

Mungkin kah itu Aku

#pentigraf

Mungkinkah Itu Aku ?

Merekah mentari pagi menyiratkan terik nanti siang, karena dia dengan gagahnya menyengat badanku pagi ini. Pasti akan terasa mengganggu kerja raga dan jiwaku hari ini, batin ini menggugat. Apalagi bila teringat peristiwa semalam yang membuat aku terbangun tepat dini hari tadi. Apakah ini sebuah firasat, petunjuk atau hanya halusinasiku belaka ? Waktu beranjak cepat, tak ada lagi saat merenungkan peristiwa itu, segera aku merapat kamar mandi kemudian mematut diri depan kaca.

Mirror mirror on the wall, sudahkah aku pantas pagi ini ? Hanya sinar terang mentari yang memberi jawab dengan bias sinar kembali ke wajahku. Sudah layak. Namun, saat kilauan sinar menerpa mataku, sekejap bayangan peristiwa dalam tidurku semalam tersirat jelas. Ya Allah, apakah ini ? Mungkinkah ini nyata ? Mungkinkah itu aku ? Firasat, petunjuk atau hanya halusinasiku saja kah ini ? Entahlah ! Dalam nama Tuhan, aku ikut Kau ke manapun Kau minta aku ikut serta denganMu. Kusegerakan keluar dan pergi ke kantor, karna bayangan asmenku sudah ada di pelupuk mata, sambil berkacak pinggang membawa tumpukan berkas yang harus segera aku kerjakan untuk persiapan lelang minggu ini.

Setengah berlari aku menuju ujung jalan rumahku. Pasti jam segini sudah banyak yang menunggu abang Doel sopir bus langgananku setiap pagi, senyumku kecut. Tapi peristiwa itu timbul tenggelam dalam pikiranku. Ah sudahlah ! Fokus kerja ! Mengapa lalu lintas pagi ini tidak seperti biasanya? Ramai sekali jalanan itu, bagaimana aku bisa menyeberang jalan ini, batinku bertanya. Terlihat dari selatan bus abang Doel sudah terlihat mendekat depan gang rumahku. Bbbrrruuaaakkk ! Hari ini hari Jumat Pon. Tanganku digandeng Ayahku dengan penuh kasih. Saatnya aku menumpahkan kerinduanku dengan Ayah dalam keabadian, setelah 20 tahun tidak berjumpa.

#setelahsekianlama

Lanyy

LANNY

Senyum berkembang tatkala engkau memasuki gerbang rumah. Hal itu kulihat dari sela-sela gorden jendela kamarku. Halamanku memang penuh tanaman bunga. Gadis seberang rumah sedang mengagumi bunga-bunga yang sedang bermekaran.

"Tante... Lanny boleh kan main di sini setiap saat bila sedang bete...?" Kata gadis itu kepada mamaku. Tanaman bunga itu bermekaran indah adalah berkat ketekunan mama merawatnya. Sekarang mama punya teman untuk merawat tanaman bunga di halaman. Aku tetap mengamati gadis tetangga tersebut dari balik jendela kamar. Berkulit putih, cantik, dan lincah, itu penilaianku. Semakin hari ada getar rasa aneh di dadaku setiap mengamati Lanny. Bibirnya yang merah merekah dan ceracau saat bersama mama merawat tanaman bunga itu yang membuat aku tertarik padanya. Hanya aku belum berani secara terang-terangan menemui dan mengajaknya berkenalan. Ia paling suka bunga celosia yang warna-warni, kata mama.

Sore itu kuberanikan diri datang ke seberang rumah dengan membawa tanaman bunga celosia kesukaan Lanny. "Tante... apa Lanny ada? Saya membawa bunga kesukaannya kata mamaku. Maka saya disuruh mama membawa bunga ini untuknya," kataku pada seorang ibu yang membukakan pintu untukku. Matanya terbelalak saat mendengar kata-kataku. Akhirnya beliau bercerita, bahwa Lenny telah meninggal dunia lima tahun yanÄŸ lalu. Ia penggemar tanaman bunga yang telah pergi dibawa penyakit leukemia yang menggerogoti selama beberapa tahun. Kini giliranku yang terduduk lemas.

#Pentigraf_Tom
Solo, 6 Desember 2019

Akhir dari sebuah makan malam

AKHIR SEBUAH MAKAN MALAM

Makan malam terpanjang yang pernah kualami seumur hidupku. Bertahun denganmu, setelah beranak pinak, mengarungi susah senang, bahkan kau tak menanyakan mengapa aku lebih banyak diam, pun ketika lima menu makanan itu kubiarkan teronggok di depanku.

Kau, begitu lahap menyantap menu kesukaanmu hingga lunas. Tak ada sedikitpun kelu atau kerenyit dahimu melihat keganjilan tingkahku, yang sudah sekian lama duduk bersamamu di meja dan kursi ini. Restoran tua yang bahkan jika meja ini terisi kau bersikeras untuk menunda makan malam kita, alasanmu adalah untuk selalu mengingat tentang cinta: kita. Tapi malam ini, aku seolah tak ada di matamu.

Aku melihatmu semalam bercengkerama di sini, di meja favorit kita ini, dengan sosok baru. Aku yakin itu bukan teman. Pelukan dan sesekali mencium tangan, itu lebih dari cukup untukku meyakini kau berpaling dariku. Dan ini adalah kesakitan teramat dalam bagiku, seorang istri yang kau khianati. Lalu gawaimu berbunyi dan kau mengangkatnya seraya pamit pura-pura ke kamar mandi. Setelahnya kau datang dengan muka pucat pasi. Kau mengajakku menyudahi makan malam ini lekas-lekas. Namun apapun yang kau sembunyikan, aku tahu itu kecemasan: darinya. Tenanglah, ucap batinku sinis. Ini masih percik api dari neraka yang akan kuciptakan untuk kalian, dia khususnya. Sekotak kado berisi boneka kepala putus bersimbah darah di depan pintunya, dariku, belumlah apa-apa. Semua baru akan dimulai.

Yogyakarta, Desember 2019.

Melamar KerjA

MELAMAR KERJA

Setelah memilih pensiun dini dari sebuah perusahaan, 3 tahun lalu, sebenarnya aku ingin menjalankan bisnis kecil-kecilan membuka kedai kopi yang saat itu sedang menjamur di kota Y. Namun, setelah bisnis itu berjalan dan lancar jaya ditangani keponakan, aku jadi agak menganggur dan merasa perlu pekerjaan ringan. Kubaca di koran ada seorang bos memerlukan sopir pribadi. Pas, aku kebetulan masih suka sekali mengemudi. Aku pun melamar dan siap-siap ikut seleksi.

Pagi itu aku datang ke kantor sang bos untuk wawancara dan tes. Ternyata pelamarnya ada puluhan dan aku dapat nomor antrean 23. Saat menunggu, terlihat seorang staf kantor seperti kebingungan karena katanya ada tamu yang pingsan dan perlu diantar ke RS. Dia meminta sukarelawan untuk mengantar. Para pengantre di depan tidak ada yang bersedia karena akan ujian. Lalu aku menyatakan kesanggupan dan segera mengikuti staf kantor itu ke sebuah ruangan.

Seorang bapak-bapak tampak lemas di sofa. Lalu aku dan staf kantor itu memapahnya ke mobil si Bapak dan kemudian mobil aku jalankan menuju RS terdekat. Meski agak ngebut, aku selalu memberi kesempatan pengguna jalan yang lebih berhak dan patuh aturan. Sampai di RS, si Bapak bertanya, "Mas kenapa sepanjang jalan tadi, bahkan saat ada yang menghalangi mobil kita, Anda tidak membunyikan klakson?" Spontan aku menjawab bahwa selama mengemudi aku nyaris tidak pernah membunyikan klakson, kecuali untuk menyapa atau membalas sapaan. Paginya aku mulai bekerja sebagai sopir sang bos.

salam #pentigraf tahoe boelat dari #pondokilusikatatanpaarti, 12122019

LingLing

LING LING
Robertus Sutartomo

Aku tak menyangka, ternyata diam-diam dia juga mencintaiku. Gadis ayu yang berambut panjang itu Ling Ling panggilannya. Pendiam dan berbibir sexy. Tanpa banyak bicara ia selalu mengikuti setiap kegiatanku. Begitu hangat dekapan itu, saat ia menangis di dadaku. Ia bercerita akan dijodohkan orang tuanya dengan seorang pengusaha di sebuah kota lain. Aku tak berdaya mendengar keluhannya. Sebagai mahasiswa yang belum jelas masa depannya, itu gambaran orang tua Ling Ling terhadapku. Kubiarkan ia mencurahkan kesedihannya dalam pelukan mesra di dadaku. Kuusap air mata yang membasahi pipi dengan jemari. Matanya terpejam pasrah. Hatiku memberontak. "Ya Tuhan... tolong kami berdua..." doaku dalam batin.

Entah berapa tahun aku kehilangan kabar berita keberadaan Ling Ling. Gadis mimpiku yang memesona. Kami saling menyayangi dan cinta, tapi takdir tak menyatukan kami berdua. Bayangan dirinya melintas di hadapanku. Wajahnya sedih menunduk. Perih hatiku. Saat ingin kuraih kuraih, bayangan tubuh itu lenyap. Aku hanya terpana dalam kesunyian. Hatiku terpukul setiap bayangan itu hadir. Tiada pernah kulihat senyumnya lagi.

Ingin rasanya datang ke kota tempat kau berada, setelah ada kabar. Logikaku menolak kuat. Dia sudah berkeluarga dan aku tak boleh mengusik kehidupan rumah tangganya. Akhirnya kudengar kabar, bahwa ia telah meninggal. Aku terhentak sesaat. Sedih rasa hati ini. "Ling Ling, aku tetap mencintaimu sayang..." gumanku lirih.

Solo, 14 Desember 2019
#MasTomRobertTirta

Siang yang seperti Biasa nya

SIANG YANG SEPERTI BIASANYA

Siang ini seperti siang lainnya, situasi terasa lengang di komplek. Komplek perumahan tempat Lilis dan Beni tinggal termasuk luas namun belum banyak penghuninya. Di blok mereka saja misalnya, selain mereka, baru terisi 4 keluarga lain, satu di depan rumah, lainnya di ujung Blok. Itu juga sering kali pemiliknya tidak di tempat atau tak keluar rumah.

Beni sendiri adalah pengemudi ojek online sehingga waktu kerjanya dapat ia sesuaikan sendiri. Terkadang ia ikut pekerjaan borongan dengan teman-teman kontraktornya, mengambil pekerjaan pengadaan ini itu, apapun asal dapur tetap ngebul. Seperti siang ini, ia pulang ke rumah biar bisa bercengkerama dengan Lilis. Lilis sudah mengerti itu. Apalagi ia sudah selesai dengan pekerjaan rumahnya dan anaknya sudah pergi berangkat les. Otomatis waktunya bebas. Waktu yang sempit harus dimanfaatkan sebisa mungkin untuk berdua. Bertatap mata dan beradu peluh.

Setelah selesai, Lilis merapikan bajunya lalu melongok ke jendela kamar melihat ke rumah-rumah tetangga yang nampaknya sepi-sepi saja. Beni yang masih di tempat tidur menowel bokongnya. Mengedip mata untuk siaran ulangan. Lilis cemberut.
"Ck, udah dong mas, ini udah sore, sebentar lagi anakku pulang les, suamiku juga mau pulang." Lalu ia bergegas balik ke rumah sebelah.

Dendang Hati

DENDANG DI HATI
Robertus Sutartomo

Seharian Samin merenung dalam kesendirian. Angin sepoi basa di pegunungan Kendeng mengelus tubuhnya dengan lembut. Gardu pandang itu cukup ideal penempatannya menghadap lembah nan indah. Awan putih menyusuri lembah sungguh memesona di sore hari itu.

"Kangmas...," suara lembut menyentakkan Samin dari lamunannya. Ratri sudah berada di sampingnya dan bersandar di bahunya. Sejenak Samin menoleh menjelajahi wajah sang kekasih. Damai hatinya melihat raut muka Ratri yang manis dan lembut dihiasi senyum di bibirnya. Sementara cuaca semakin gelap. Senja itu tlah berganti malam. Lampu-lampu otomatis menyala dengan energi yang terbarukan dari sinar sang surya. Perlahan kedua insan itu menuruni tangga tempat wisata itu menuju ke pintu keluar. Kemesraan yang sederhana.

Sampai rumah Samin segera mandi. Ketika selesai mandi di ruang makan telah menunggu Ratri. Di meja makan telah terhidang menu kesukaannya. Sayur sambel tumpang dengan lauk tempe garit goreng. Tak lupa kerupuk dan karak yang membuat meriahnya makan malam mereka berdua. Menu sederhana yang mereka habiskan berdua dengan tandas. Ratri sudah hapal dengan seberapa banyak makanan yang ia sediakan untuk mereka berdua. Samin menuju ke teras, sementara Ratri membereskan peralatan makan malam tersebut. Ketika Samin sedang asyik mengepulkan asap rokoknya, Ratri datang membawa nampan yang berisi dua cangkir ukuran sedang yang berisi teh panas. Cemilan singkong keju goreng chrispy turut menemaninya. Mereka bercengkerama tanpa kata dalam keindahan cinta nan tulus suci. Sampai akhirnya Samin mengantar pulang Ratri ke rumahnya.

Solo, 20 Januari 2020
#MasTomRobertTirta

Kamu adalah Tuan

Kamu Adalah Tuan Dari Perasaanmu #1

Gudang ini adalah persembunyian yang aman bagiku. Tempat aku mencurahkan segala kekesalan, kemarahan, kesedihan. Aku tertidur di tumpukan koran bekas dengan perut lapar. Tapi inilah aksi demo-ku, aku belajar menguatkan hati agar tetap bertahan, bersembunyi menarik diri kuharap mampu mempertegas pemberontakanku. Agar meriangnya hati ini mengundang kepedulian orang sekitar.

Tak sedikit pun mereka menyinggung aksi demo-ku. Bahkan ketika aku sudah tidak kuat menahan haus dan lapar, lalu memutuskan keluar dari persembunyian, ibu sigap menyajikan coklat susu yang sedap. Meski aku masih cemberut pada ibu dan ayah yang tak mengacuhkan perasaanku. Ayah dan ibu berbicara lirih, lalu ayah mengumumkan sesuatu. Akhir pekan nanti ayah dan ibu akan membawa kami piknik ke rumah kakek di lereng gunung.

Sejuknya udara pegunungan dan hangatnya selimut quilt buatan nenek, perpaduan sempurna yang mampu menenangkan jiwaku.  Heran ya, kenapa beberapa hari lalu aku ngambek dan memberontak tak karuan begitu? Ayah duduk di sebelahku, sejuk dan hangat tangannya mengusap kepalaku. "Kau tahu, Nur, semakin besar nanti, akan banyak hal dan banyak orang yang bisa mengusik rasa nyamanmu. Izinkan dirimu belajar menerima dan kuat mengatasinya, bukan dengan melawan, tapi mengelolanya." Terus-terang, waktu itu aku tidak paham kata-kata ayah, umurku baru tujuh. 

#ceritapendektigaparagraf
#pentigraf
#18022020_rs
#perasaan perlu dikelola

Takdir Cinta Zahra

Takdir Cinta Zahrah

Sebutlah demikian namanya: Zahrah. Gadis kutilang berwajah matahati terbit. Suaranya semerdu seruling. Dialah bunga di desa Nisa. Sebuah tempat di ujung utara Kabupaten Lima.

Sembilan puluh persen pemuda setempat kesengsem padanya. Satu diantara mereka ialah Siraj. Pekerjaannya kuli berhati permata. Zahrah mencintainya. Pemuda dari lain desa pun ada. Namanya Judin. Aparatur desa berkinerja robot. Namun geer sendiri. Juga dari kota: Rizal. Seorang pengusaha. Parlente namun brengsek. Pedekatenya intens dengan mama-papa Zahrah.

Keunggulan Zahrah secara lahir dan batin berkebalikan dengan suratan takdirnya. Orang tuanya yang pengusaha bangkrut. Ia jadi tumbal. Tak ada pilihan. Rizal melamar dan terpaksa diterima. Keduanya menikah. Zahrah diboyong ke kota. Keluarga besar Rizal mengucilkannya. Rizal pun terpengaruh. Mereka memperlakukannya bagai budak. Dibuat terlunta-lunta. Suaminya semakin tak peduli. Bahkan main perempuan. Kemudian menghilang tanpa jejak. Zahrah tetap setia: bertahan dengan keadaan juga pada suaminya. Meski nasib dan status menggantung.

#Kampung Pentigraf

Panci

PANCI

Siang ini imajinasiku melayang setelah membaca renungan yang berjudul "Lupa". Renungan ini terasa bagus karena menggugah emosi dan juga membangunkan imajinasiku. Betapa tidak?

Di sana dituliskan bahwa penulis lupa jika sedang memanasi sayur lodeh di kompor. Dia sedang asyik membaca koran Kompas. Untunglah pagi itu bukanlah pagi yang buruk. Ternyata lupa itu bukanlah lupa pertama, karena yang lalu-lalu sudah pernah terjadi panci gosong karena lupa mematikan kompor.

Aku terhanyut dengan cerita itu, hingga aku memikirkan panci-panci di rumahku. Seingatku, aku belum pernah memanasi sayur hingga gosong. Betul. Betul. Panci di rumahku masih bagus. Walaupun hampir 23 tahun mengikutku. Yaitu semenjak kami menikah. Ketika itu undangan pernikahanku boleh memberi angpau dan boleh juga memberi kado. Sehingga aku punya kado yang historical yaitu panci. Ada satu set panci biru bertutup kaca. Satu set yang lain panci putih berbunga dengan 5 ukuran yang berbeda. Semuanya tidak ada yang gosong. Awet. Panci yang setia? Ataukah aku yang setia? 23 tahun loh?!

Yvonne Sumilat
20 Januari 2020

Semut Pun Akan Mengigit

SEMUT PUN AKAN MENGGIGIT

Begitulah yang dirasakan pada Pak Mamat. Sepagi ini omelan ketujuh ia terima dari Titin istrinya, padahal matahari belum sepenggalah. Sepanjang apa mereka berdebat, selalunya ia kalah. Peristiwa ini sudah berlangsung puluhan tahun, sejak pernikahan mereka.

Pak Mamat berpikir keras untuk menemukan cara bahwa ada yang membuatnya unggul dari Titin. Betapa menyedihkan, perempuan itu tak mau dipanggil Bu Mamat hanya karena Pak Mamat selalu ia tundukkan. Dan ujungnya hingga tengah hari, Pak Mamat menemukan ide cemerlang untuk kemenangannya. Segera ia mendatangi Titin yang sedang mematut diri di depan kaca.

Dengan muka cadas dan suara yang keras, Pak Mamat jumawa menantang Titin untuk berlomba kencing. Siapa yang paling jauh kencingnya, ialah pemenangnya. Tak main-main, taruhannya adalah bahwa jika kalah, Pak Mamat akan menuruti apapun yang diminta Titin tanpa sangkalan. Namun tiba-tiba Pak Mamat pingsan saat Titin menjawab, "Oke, tapi jangan dipegang ya?!"

Yogyakarta, Januari 2019.

Kisah segalon air

Kisah Segalon Air

Syahri keras kepala, ingin mengangkat galon air itu sendiri. Ia berkata, "Jangan dibantu!" Pada seseorang berpakaian rapi, khas pekerja kantoran yang asyik melihat sambil cengar-cengir.

Satu kali gagal, berlanjut dua tiga ketidakmampuan berikutnya. Padahal ia yang paling diandalkan. Kini gantian Tama yang mengangkat. Hanya butuh sepuluh detik galon itu sudah terpasang ke dispenser.

"Udah tau badan krempeng gitu. Masih aja kekeh. Dasar cowok bengal!" cela perempuan bertubuh sintal, Tamara, kepada Syahrial, OB baru di kantornya.

T, 25 Januari 2020

Pasar Malam

PASAR MALAM

"Nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan," kalimat mesin penjawab itu begitu perih di telinga Surati. Mata keriputnya nanar menatap sekeliling yang mulai sepi. Beberapa wahana permainan sudah tutup. Nampak seorang lelaki dan putri kecilnya bersenda gurau sambil menutupi barang dagangannya dengan terpal. Hati Surati semakin perih melihatnya.

Beberapa jam yang lalu, Surati tersenyum bahagia sepanjang jalan. Anak dan menantunya mengajak Surati melihat pasar malam. Untuk seorang nenek  yang selalu duduk di kursi roda, pasar malam tentu mengobati kerinduan akan kebebasannya dulu. Saat-saat di mana kakinya masih mampu menyusuri tapak hidup, dan matanya melirik kelap-kelip lampu warna-warni. Pun, ini adalah kehangatan yang ia syukuri setelah sebulanan ini melihat muka-muka masam dari penghuni rumah yang didiaminya.

Sebulanan lalu, Surati menurunkan seluruh kekayaannya kepada anak tunggalnya. Anak semata wayang itu pulang bersama istrinya setelah sekian lama tinggal di kota lain. Surati yang renta bulat hati menyerahkan hidup pada mereka. Mengurus pesing ompolnya, juga menjamah tangan rapuhnya. Semua kenangan berloncatan. Pelan-pelan air mata Surati turun menyusuri setiap kerut di pipi peotnya. Lewat tengah malam, pasar sudah mati. Lampu padam dan orang-orang tenggelam dalam mimpinya.  Sementara itu Surati terus menelpon anak tunggalnya, dan menuai jawaban yang sama. Sekitar pukul dua dini hari, gawai Surati habis baterai.

Yogyakarta, Januari 2020

Cerita Guru

CERITA GURU

Saat menaruh kain basah di dahi anaknya, ekor mata Parmi menangkap langkah Ndik. "Dapet, Mas? Panasnya makin tinggi, ayo sekarang saja," tanyanya dengan penuh harap. Lintang, balita pasangan muda itu demam sejak semalam. Ndik tersenyum sambil mencantolkan seragamnya di kapstok belakang pintu. Segera ia menghampiri dan meraba tangan kecil Lintang.

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Ndik. Masih membayang kalimat berat Kepala Sekolah tadi pagi bahwa ini adalah hari terakhirnya mengajar di sekolah itu. Sebagai guru honorer, atau apapun namanya, pihak sekolah tak cukup kuat mempertahankannya ketika ada yang menuntutnya untuk berhenti mengajar. Masalah kecil saja: menjewer telinga salah satu siswa karena ketahuan mencontek.

Ndik menghempaskan tubuhnya di kursi kayu ruang tamu. Suara Surti terdengar lagi di telinganya, tentang desakan dan kekhawatiran atas Lintang, tentang ke puskesmas, tentang susu, dan tentang-tentang yang lain. Ndik merogoh saku dan menemukan beberapa lembar kumal uang dua ribuan. Mata Ndik menatap nanar sebelum sejurus kemudian pergi ke toko sebelah. Dibelinya obat nyamuk dan diremukkannya menjadi tepung pekat. Keesokan harinya, berakhirlah kisah sebuah keluarga kecil guru yang dikenal teladan dan bersahaja di pinggir kota.

Yogyakarta, Januari 2019

Anak Catur

ANAK CATUR

Tak biasanya malam ini Tumini merasakan kantuk yang teramat berat. Masuk shift malam di kantin pabrik tekstil bukanlah hal yang mudah untuk perempuan ringkih sepertinya. Ingin rasanya dia membolos, namun bayangan akan dipotongnya gaji bila dia alpa, terus membuatnya memaksakan matanya untuk melek.

Pukul 03.00 setelah para karyawan selesai makan, Tumini dan teman-temannya bergegas merapikan tempat. Diseretnya polybag hitam besar berisi sampah sisa masakan dan bungkus- bungkus plastik menuju tong sampah besar agar besok pagi bisa diangkut petugas sampah. Duuh, mana lorong itu banyak pria main catur pula. Dan dia tak punya jalan alternatif lain selain melewati kerumunan itu. "Permisi Pak..." Sapanya sesopan mungkin. Namun klothak! Beberapa anak catur ambruk tersenggol polybag yang dibawa Tumini. Mati aku, pikirnya.

"Hei, goblok! Jalan nggak pake mata!" teriak seorang pria. Tumini terkejut. Dengan takut dia menghentikan langkah lalu menoleh untuk bersiap minta maaf. Ya Tuhan! Mana orang-orang tadi? Lorong ini begitu sepi senyap. Bekas-bekas mereka main catur pun tak ada sama sekali. Lalu siapa yang meneriakinya tadi? Mendadak lutut Tumini lemas tanpa daya.

Mati Gaya

#pentigrafhijau

MATI GAYA

Aku geram sekali. Botol-botol bekas parfumku, gulungan-gulungan bekas kertas tissueku dan sarung tangan plastik bekas aku menyemir rambut bersama teman-temanku kemarin raib entah kemana. Siapa lagi yang berulah kalau bukan Rebo, asisten rumah tanggaku yang nggak jelas dan menyebalkan itu?

Dan sepertinya aku sudah mendapatkan petunjuk siapa pelaku semua itu. Kuikuti saja jejak-jejak kaki kotor penuh tanah yang membekas di lantai keramikku yang indah. Berakhir di halaman belakang rumah, dan benar kan apa yang aku duga selama ini? Rebo bandel itu tengah asyik mengumpulkan benda-bendaku. Ada juga lubang besar di tanah, sepertinya dia juga yang menggali. Lancang sekali dia!

"Eh Mbak Dian, saya kira siapa," terkejut dia akan kehadiranku dengan wajah marah. "Ini saya kumpulkan sampah-sampah Mbak, daripada memenuhi kamar, nggak berguna dan malah bikin sarang nyamuk. Saya mau membakarnya dan nanti sisa bakarannya saya pendam saja di dalam tanah supaya nggak mencemari lingkungan." Aku melongo. Astaga Rebo, sungguh deh, aku mati gaya.

Tentang Laki laki entah siapa namanya

TENTANG LELAKI, ENTAH SIAPA NAMANYA

Seketika ia hampir berteriak kegirangan. Gawainya bergetar, petanda ada pesanan masuk. Dan benar saja, ada yang memesan makanan. Dilihatnya jumlah total harga. Dengan agak ragu ia rogoh kantong celananya. Beberapa lembar uang kertas dan receh ia gabung sambil menggumam pelan, "Alhamdulillah sisa seribu." Segera ia mengenakan jas hujan dan menghidupkan motor bututnya.

Menjadi tukang ojek online di usia hampir tujuh puluh tentu bukan maunya. Tetapi melihat istrinya terkapar karena stroke di sebuah rumah kecil dengan atap yang sebagian bocor sudah cukup untuk menjawab tanpa harus menanyakannya. Mereka tiada beranak. Untung ada tetangga baik yang mendaftarkan akun dan membolehkan ia menjalankannya. Lelaki tua itu menembus hujan yang sedang lebat-lebatnya, dengan sedikit senyum di bibirnya.

Tanpa melepas jas hujan, ia menyerahkan uang terakhirnya. Sebungkus plastik besar makanan berpindah ke tangannya. Namun alam punya cerita. Sesaat sebelum ia menghampiri motornya, gawai berbunyi. "Maaf pak, saya cancel. Kelamaan," mata tuanya membaca kalimat setajam petir itu. Sejurus kemudian pesanan hilang dari aplikasinya. Mata sayunya bergenang air mata, semakin buram seburam air hujan. Ia melangkah gontai ke arah sepeda motor bututnya. Di balik helm itu, air mata berjatuhan. Lelaki tua itu melaju kencang menembus hujan lebat, bedanya kali ini dengan mata terpejam.

Yogyakarta, saat hujan sedang deras-derasnya, Januari 2020

Juara

JUARA

"Bodohnya, padahal tinggal selangkah saja kamu juara satu. Malah jatuh, nomor tiga kan jadinya?" Roni terus menggerutu, sementara Yoyun diam saja sambil menimang hadiah kecil itu. Meskipun bekeringat dan kotor, sedikit pun tak terlihat penyesalan di wajahnya. Dua sahabat itu berpisah di persimpangan jalan.

Yoyun menyerahkan hadiah lomba ke Mbah Tinah, nenek tua sebatang kara yang buta karena katarak. Yoyun membukakan bungkusan hadiah yang ternyata sebuah radio kecil dan menyalakannya. Mbah Tinah terharu karena kesepian di gubuknya akan segera berkurang. Dipeluknya Yoyun sambil bercucuran air mata. Setelah itu Yoyun pamit.

Dari kejauhan Yoyun memandang rumah Mbah Tinah. Perlahan ia keluarkan brosur kumal lomba lari yang ia ikuti tadi siang. Di sana terbaca, "Ikuti dan Menangkan, Lomba Lari Kemerdekaan Indonesia ke-74. Hadiah: Juara I: Sepeda Gunung, Juara II: Tape Compo, Juara III: Radio." Yoyun tersenyum dan meneruskan langkahnya. Pulang.

Yogyakarta, 2019