Pengikut

Senin, 30 Maret 2020

Kelas

KELAS

"Aku tak boleh menangis," ucap Dinar lirih pada dirinya sendiri. Hampir satu jam ia berdiri di pojok depan ruang kelas. Ini bukan tentang pegal dan kesemutan di kakinya, tapi tentang cemooh dan tatapan sinis teman-temannya. Juga sindiran halus Bu Rina, guru PPKn, yang menjelma sembilu di telinganya.

Sederhana saja, di awal pelajaran Bu Rina meminta anak-anak untuk menceritakan bagaimana mereka melakukan adab masuk rumah. Dinar menceritakan apa adanya yang biasa ia lakukan. Tak ada dibuat-buatnya, karena jujur adalah segalanya, seperti yang ditanamkan orang tuanya, pun Bu Rina dan guru-guru lainnya.

Ketika murid lain bercerita tentang bagaimana mereka berucap salam dan mengetuk pintu saat masuk rumah, Dinar hanya masuk saja dan kemudian berganti pakaian lalu keluar lagi. Sayang disayang cerita dipenggal oleh bentakan keras Bu Rina yang tegas mengatakan telah gagal mendidiknya tentang adab dan etika. Dinar tak diberi kesempatan untuk menjelaskan tentang rumah kardusnya yang ditertibkan satpol PP, berpindah di kolong jembatan, dan hanya bertemu orang tuanya menjelang petang karena memulung seharian. Dinar kalah, air matanya terjatuh diiringi tawa teman sekelas dan tatap tajam mata Bu Rina.

Yogyakarta, Januari 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar