Pengikut

Senin, 30 Maret 2020

#pentigrafcorona

Ketulusan Hati

Semua kerabat, baik kerabat dekat maupun jauh, menentang pilihanku. Aku memilih Bim dari semua kandidat potensial yang ada. Bim, walaupun tampan dan seorang teller di sebuah bank swasta ibukota, ia  adalah anak seorang tukang jahit, yang tentu jauh dari kaya. Aku bersyukur Mama mendukung pilihanku. Mama bilang Bim ganteng, mataku jeli memilih pasangan. Pernikahan kami dilangsungkan dengan sederhana. Setelah menikah, aku tinggal di rumah orang tua Bim. Papaku belum mau menyapaku karena kekecewaannya akan pilihanku.  Aku harap suatu hari aku bisa mendapat restu dari Papa. 

Bim suka membawa pulang anjing yang terluka dan merawat mereka. Di rumah ini kami memelihara 4 ekor anjing beraneka jenisnya. Aku bilang pada Bim untuk tidak menambah anjing lagi, karena selain bulunya yang kemana-mana, rumah jadi sesak rasanya. Bim menatapku dan berkata pelan, "Kalau bukan aku yang menolongnya saat itu, lalu siapa? Percy, Marry, Lucky dan Mickey ini tentu sudah meninggal karena kelaparan di jalan."

Bulan Februari 2020, wabah corona mulai melanda ibukota. Masker menjadi barang langka dan mahal. Orang tua Bim serta Bim di kala kantornya libur, menjahit masker dari bahan kain perca dua lapis, sampai jauh malam. Aku mengira orang tua Bim akan menjualnya dengan keuntungan yang lumayan. Ternyata mereka membagikannya gratis ke pengangkut gerobak sampah, sopir bajaj, abang penjual bakso dan lain-lainnya. Kala aku menceritakan hal itu kepada orang tuaku mereka sangat terharu.  Papa membelai kepalaku dan mengatakan bahwa aku tidak keliru memilih padangan hidup. Bim suamiku itu memiliki hati emas. 

-Solo, 27 Maret 2020-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar