Pengikut

Senin, 30 Maret 2020

Mudik


Mudik

Sejak kasus virus Covid-19 merebak, warung makan Yu Tinem mulai sepi. Di awal-awal masih mending, orang masih banyak yang minta dibungkus saja, istilah kerennya ‘take away’. Namun sejak minggu kemarin, yang datang membeli bisa dihitung dengan sebelah tangan. Miris. Perempuan tiga puluh lima tahun itu, hanya bisa meringis melihat kenyataan ini. Dengan sangat terpaksa, dia pun menutup tempatnya mencari nafkah selama hampir lima tahun belakangan. Percuma terus berjualan kalau pembelinya tidak ada, bisa habis modalnya terbuang sia-sia. Hanya saja, dia jadi bingung. Harus bertahan atau pulang ke kampung? Dia sebatang kara di sini, anak-anak dan ibunya tinggal di kampung. Sementara suaminya, sudah lama lenyap ditelan bumi.

Ketika Yu Tinem menceritakan kegalauannya, Bu Ira—istri Pak RT—menyarankan untuk tidak pulang dulu. Dikhawatirkan terjadi hal-hal yang mungkin membahayakan. Perempuan asal Pemalang itu, sedikit tersinggung ketika Bu Ira bilang begitu, wong rasanya sehat-sehat saja. Mana mungkin dia tega, membawa penyakit ke kampung halaman. Akhirnya, diputuskan untuk mudik dan tidak mengindahkan anjuran tadi. Yu Tinem sangat yakin, tubuhnya tidak terpapar virus berbahaya itu. Baginya, terus bertahan di ibukota tanpa pemasukan sama saja buang uang. Kalau di kampung, selain biaya hidup masih murah, ibunya juga punya kebun dan empang kecil yang bisa diambil gratis.

“Hore, Ibu pulang!” sambut  Ibam dan Mila—dua buah hatinya yang berusia dua belas  dan tujuh tahun— ketika Yu Tinem tiba di kampungnya. Selama lima tahun, mereka terpaksa hidup berjauhan dan tinggal hanya dengan Nenek saja. Kata Nenek, mereka harus merelakan Ibu mencari uang di kota, karena kebun dan empang kecil peninggalan Kakek tak seberapa hasilnya. Jangan tanya soal Ayah, sejak Mila lahir, laki-laki itu menghilang entah ke mana. Yu Tinem pun bahagia, bisa dekat dengan Ibu dan anak-anaknya. Hanya saja, dia mulai waswas ketika tadi malam sang ibu demam, batuk-batuk dan mengeluh sesak napas. Hatinya pun jadi remuk, ketika hasil test menyatakan ibunya terpapar Covid-19 dan meninggal seminggu kemudian. Andai saja waktu bisa diputar, Yu Tinem pasti memilih tak tersinggung dan mau mematuhi anjuran Bu Ira. Ini keputusan terburuk yang yang pernah dipilihnya. Pilihan yang akan jadi penyesalan terbesar, seumur hidupnya.

-end-

Cikarang, 30 Maret 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar