Pengikut

Rabu, 08 April 2020

KESADARAN LITERASI BAGI ANAK MUDA

Penulis: Edi Syahputra.H 
Peserta Belajar menulis online bersama PGRI Pusat 
 


Kesadaran saat ini generasi muda cenderung sibuk dengan hal hal yang tidak perlu dan tidak penting sama sekali.  Nongkrong bareng diwarung kopi hanya untuk bermain Game Online dan streaming youtube nonton film atau sekedar mendengar musik.  Bersyukur kalau hal yang ditonton itu positif dan mendidik atau bersyukur pula jika Game Onlinenya bukan Game kekerasan atau vurgar.

Sebenarnya mereka bisa memanfaatkan waktu untuk hal hal yang lebih baik dalam mengisi masa muda mereka dengan kegiatan yang positif serta membangun karakter dan moral mereka sebagai anak muda zaman now.  Berkarya dan mendedikasikan diri mereka untuk membangun negara ini bukan hanya sibuk mengeluh pada pemerintah atas segala kekurangan yang kita rasakan.

Tetapi mereka membuang buang waktu disaat seharusnya menjadi mereka bisa untuk memanfaatkan waktu untuk mengenggam cakrawala pengetahuan yaitu membaca sebuah buku atau menulis sebuah karya.  Daripada terbelenggu dengan gadget dan nongkrong basa basi. Apalagi diwarung kopi itu sebenarnya bisa menjadi tempat yang sangat demokratis untuk berbagi pikiran atau pengalaman serta pendapat kita dengan orang orang yang mau diajak berdiskusi membahas suatu problema atau dinamika sosial yang terjadi disekitar kita.

Namun apa mau mereka akrab dengan buku pengetahuan atau buku apa pun yang dapat membuka jendela dunia untuk mereka lihat dan rasakan? Apa mereka mau menulis suatu karya yang dapat menginspirasi   banyak orang? Apa mereka mau belajar untuk peduli dengan keadaan sekitar dan mencari solusi  dari suatu permasalahan? Lagi lagi kepedulian anak muda perlu dipertanyakan dan kesadaran Literasi  harus sedari dini.

Menurut UNESCO, pemahaman orang tentang Literasi sangat dipengaruhi oleh penelitian Akademik, institusi, konteks nasional,  nilai nilai budaya dan pengalaman. Education Development Center (EDC)  menyatakan bahwa Literasi lebih dari sekedar kemampuan membaca dan menulis, namun lebih dari itu...  Literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan kemampuan yang dimiliki dalam hidupnya.  Kemampuan membaca kata dan membaca dunia adalah seni Literasi.

Tetapi sayangnya kita terjebak pada cara berpikir yang pendek, Literasi dipahami sebagai  kemampuan membaca teks dan menghitung numerik. Ini terlalu minimalis sehingga nantinya bisa menjebak kita pada kepentingan skill Literasi, padahal skill Literasi adalah buah dari kesadaran yang subtansial.

Dengan ibarat sebuah pohon,  kesadaran Literasi adalah akar. Jika kita membangun gerakan Literasi tanpa memastikan kesehatan akarnya maka tak ubahnya menanam pohon plastik. Indah tetapi kita tidak bisa menikmati rasa manis buahnya. Benar bukan???!!! Sesungguhnya Literasi adalah  segala daya dan upaya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik!  Upaya mulia ini mestinya dimulai dengan membangun kesadaran Literasi terlebih dahulu dikalangan muda.

Ada fakta yang sangat memprihatinkan bagi kita tentang Indonesia  berdasarkan studi Most Littered Nation In The Word yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan peringkat ke 60 dari 61 negara mengenai minat membaca. Padahal dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada diatas negara negara Eropa.

Dari fakta tersebut kita dapat simpulkan bahwa begitu kurangnya budaya Literasi pada masyarakat sehingga wajib kita bangun kesadaran Literasi kalangan muda untuk memperbaiki citra bangsa Indonesia dimata dunia dan mampu berdaya membangun perubahan yang nyata untuk kemajuan bangsa agar  Indonesia menjadi lebih baik.

Indonesia mendapat efek negatif sebagai negara berkembang yang mana tidak mau kita hanya mengekor pada kemajuan zaman yang digagas oleh negara maju. Kemana zaman bergerak. Disana terus kita mengikuti. Perubahan dunia dengan budaya digital yang disadari atau tidak ternyata membawa dampak buruk bagi kita.  oleh karena kita baru saja  berbenah diri dari tradisi budaya lisan menuju budaya tulisan namun sebelum kita berhasil mapan,  budaya digital telah masuk ke Indonesia.

1 komentar: