Pengikut

Minggu, 12 April 2020

Mewarnai: Antara Paud dan PLT


Mewarnai: Antara PAUD dan PLT

Berkaitan dengan polemik bantuan sembako dari pemerintah Aceh yang merubah warna logo Pemda Aceh menjadi biru. Telah membuat keributan baru di sosial media, karena dianggap sebagai kecerobohan yang disengaja.

Terlepas dari polemik itu semua, menurut saya setiap partai politik memang harus memperjelas warna sesuai dengan visi dan misi partai, tentunya. Apalagi, saat partainya memegang kekuasaan di pemerintahan.

Terlebih dalam kondisi saat ini, rakyat sangat terjepit dan menderita -- akibat kebijakan pemerintah dalam menghadapi dan menangani wabah corona.

Hakikatnya kehadiran partai mamang harus mewarnai, utamanya dalam kebijakan pemerintah. Karena pada sistem negara demokrasi yang telah kita sepakati. Salah satu fungsi partai politik adalah "mewarnai", setiap kebijakan-kebijakan pemerintah -- agar terus berpihak kepada rakyat.

Namun, sayangnya makna mewarnai diartikan sebagai makna denotatif (sebenarnya) bukan sebagai makna konotatif. Politisi kita yang memegang tampuk kuasa, tak ubahnya seperti anak PAUD atau TK, yang memahami arti 'mewarnai' pada ajang lomba.

Mewarnai, ya mewarnai lah.

Ini terlihat jelas dari warna logo Pemerintah Aceh pada kantong bantuan sembako Pemda kita. Mereka mewarnai logo Pemda Aceh dengan warna lain sesuai dengan warna partainya.

Ya, kita sebagai masyarakat tidak bisa juga memaksakan pemimpin kita di Aceh ini, agar memiliki tingkat intelektual sesuai dengan gelar akademiknya.

Kalau kita mau meninjau kata 'mewarnai' dengan makna konotatif -- sebagai makna dari 'mempengaruhi'. Malah, warna partai biru sebagai partai penguasa di Aceh saat ini, terlihat sangat kusam dan pudar ditangannya. Ini tentunya, sangat merugikan kader dan nama besar partai secara umum, yang sedang bahu membahu menguatkan citra -- baik dengan dana pribadi maupun dana organisasi secara mandiri.

Begaimana tidak kusam dan pudar? Sudah 28 hari setalah kebijakan sosial distancing diterapkan di seluruh Indonesia, baru kemarin bantuan kepada masyarakat diserahkan.

Ditambah lagi, kusamnya warna ini diperjelas dengan kurang pekanya penguasa berwarna biru pada jeritan rakyat. Betapa tidak? dari 17 triliun dana yang dimiliki Aceh tahun ini, hanya sebagian kecil saja anggaran tersebut yang diberikan kepada masyarakat dengan kondisi saat ini.

Padahal sebagaimana kita ketahui, sebelum Covid-19 ini. Aceh adalah provinsi termiskin di Sumatera - diperparah lagi selama Covid-19, OMB (Orang Miskin Baru) di Aceh terus bertambah. Ironisnya, kebijakan mewarnai kurang hadir pada masalah ini. Malah, terkesan seperti anak-anak yang asyik dengan dunianya sendiri.

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar