Pengikut

Jumat, 10 April 2020

Covid -19: Pengorbanan dan Kesabaran Bersama


*Covid-19: Pengorbanan dan Kesabaran Bersama*




Hari ini, gerakan social distancing sudah masuk hari ke 19, sejak sekolah dan kantor pemerintah diliburkan oleh pemerintah. Kemudian diikuti penutupan tempat-tempat dan pusat keramaian.

Walaupun upaya pencegahan penyebaran Covid-19 terkesan lambat secara umum di Indonesia, sehingga penyebarannya masif dan telah merenggut ratusan nyawa. Namun, saat ini kebijakan "pembatasan sosial berskala besar" di Aceh relatif telah berdampak baik.

Betapa tidak, jumlah kasus positif Covid-19 di daerah kita tidak mengalami penambahan -- sejak kasus terakhir yang terkonfirmasi positif pada tanggal 29 maret yang lalu.

Begitu pula, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) juga tidak mengalami penambahan. Padahal sebagaimana diprediksi para ahli, tak kurang 10.000 jiwa akan terinfeksi Covid-19 di Aceh bulan ini.

Kita tentu sedih dan berduka, di Aceh virus corona telah memakan korban jiwa -- dari 5 orang positif corona, 1 orang telah meninggal dunia.

Stagnannya grafik penyebaran virus Corona di Aceh ini tidaklah sederhana dan mahal harganya. Masyarakat membayar dengan pengorbanan dan kesabaran.

Kebijakan "pembatasan sosial berskala besar" di Aceh saat ini, dengan minimalnya kehadiran pemerintah. Diperparah lagi, pemerintah masih setengah hati, rakyat diminta mentaati -- sedangkan kesibukan bandara tidak berhenti.

Bisa saja masayarakat melawan dan mengabaikan kebijakan pemerintah, karena alasan perut tentunya. Tapi tidak dilakukan. Ini bentuk pengorbanan, kesabaran dan kesadaran masyarakat.

Padahal, dunia usaha kecil menjerit, warung-warung kopi dan kafe dipaksa tutup, pekerja/buruh lepas tak bergaji, tukang parkir kehilangan pendapatan, abang ojek kehilangan orderan. Serta masih banyak lagi rakyat kecil berbagai profesi yang menderita.

Terlebih lagi, setelah kebijakan "ekstrim" Forkopimda Aceh dengan mengeluarkan maklumat bersama pemberlakuan Jam Malam. Sering dengan perdebatan dan kontroversi maklumat ini, penerapan jam malam pun sudah masuk malam ke 6 sejak ditandatangani. Semakin menambahkan nilai pengorbanan rakyat kecil tentunya.

Ironisnya, pada sisi lain pemerintah Aceh sebagai pengelola anggaran 17 triliun rupiah "abai" terhadap pengorbanan rakyat kecil ini. Uang-uang pemerintah Aceh dihambur melalui tender proyek seperti biasa.

Sementara itu, dengan berlakukannya Jam Malam, rakyat kecil menjadi serba salah. Jika tidak dipatuhi kebijakan pemerintah atas "pembatasan sosial berskala besar". Daerah kita juga beresiko seperti yang terjadi di Italia. Pasien positif meledak, rumah sakit kolaps dan tidak dapat menampung semua pasien.

Jika ini terjadi, pemerintah melalui rumah sakitnya akan memilih-milih siapa yang perlu diselamatkan dan siapa diabaikan. Ujung-ujungnya, orang kecil dan miskin lagilah yang menjadi korban dan terabaikan.

Dibalik itu semua, kita perlu berterimakasih pada semua tenaga medis dan para tim lainnya -- yang mendapat tugas mulia dalam perang melawan corona. Serta kepada seluruh masyarakat Aceh yang telah berkorban dan mau bersabar ditengah kurangnya kehadiran negara. Kita hanya bisa berdoa dan berikhtiar, semoga musibah ini cepat berakhir.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar