Pengikut

Sabtu, 11 April 2020

JANGAN SEBUT GURU PROFESIONAL!

JANGAN SEBUT GURU PROFESIONAL!

Penulis: Edi Syahputra.H
Peserta Belajar menulis online Bersama PGRI Pusat

Hari ini guru, menjadi perhatian serius publik. Berdasar Undang - undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 ayat 1 ciri ciri profesional :pertama kompetensi pedagogik, termasuk kemampuan mengelola pembelajaran: merencanakan,  melaksanakan, dan menilai hasil pembelajaran.  Guru juga melakukan bimbingan dan latihan dalam kegiatan ekstrakurikuler, serta melaksanakan tugas tambahan. Kedua kompetensi kepribadian, menyangkut kepribadian yang mantap, berahklak mulia, arif,  berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didik.
Ketiga,  kompetensi profesional, menyangkut penguasaan materi secara luas dan mendalam. Keempat, kompetensi sosial, menyangkut kemampuan guru berkomunikasi dengan peserta didik, sesama guru, wali siswa dan masyarakat.

Apakah semua Guru profesional sudah memenuhi semua aspek dari semua kompetensi tersebut?

Jangan bangga jadi profesional, bila hari ini ada guru yang mengeluh tidak punya buku teks mata pelajaran baik untuk siswa atau buku pegangan guru dan memaksakan diri dan siswa belajar tanpa buku.  Malu kita pemerintah sudah menyiapkan buku teks pelajaran digital yang bisa diunduh disitus buku. Kemendikbud.go.id . Lebih baik diam dan menguasai teknologi informasi.

Jangan bilang guru profesional, bila guru tidak mampu membuat siswa tertarik untuk mendalami mata pelajaran yang diampu. Mau kita,  bila setelah tamat dari sekolah, tak seorang pun siswa jurusan yang mata pelajaran yang guru ampu. Lebih diam dan belajar lagi bagaimana memotivasi siswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dengan jurusan mata pelajaran yang kita ampu.

Kini zaman digital, zaman Internet, zaman dunia maya, zamannya gadget canggih, guru profesional itu mestinya menguasai gadget, ponsel pintar yang bisa diamplikasikan untuk proses pembelajaran, sehingga guru punya pilihan untuk memperkaya belajar dengan gadget ini, apalagi sekarang ditengah Covid -19 bapak menteri kita sedang mencanangkan pembelajaran jarak jauh. Malu kita,  pada hari ini, guru tidak paham dengan media ini dan tidak memanfaatkan media ini. Jangan dinamai guru profesional, bila smartphone ini hanya digunakan untuk SMS, WhatsApp, atau untuk telpon saja.

Mau disebut guru profesional? Jangan hanya datang kesekolah ' cuma' untuk finger print,  setelah itu kabur entah kemana, jam kerja dan tempat guru adalah disekolah. Pemerintah membayar agak mahal guru karena guru bekerja disekolah bukan dirumah atau di tempat lain (kecuali sekarang karena ada musibah nasional). Malu kita ada yang berpikir "saya kan sudah ngajar,  ngapain disekolah". Ini pikiran guru yang tidak membaca aturan tentang disiplin kehadiran guru. Ketahuilah, aturan baru menyebutkan bahwa guru wajib ' berada ' disekolah selama 40 jam seminggu, bukan hanya hadir. Lebih baik belajar mengatur waktu supaya konsisten berada disekolah.

Apakah ini disebut guru profesional bila kerjanya hanya sebatas menggugurkan kewajiban  dan kelihatannya belum mau dan mampu mengkreatifkan strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Guru ' hebat ' ini, biasanya secara administrasi iya telah memenuhinya, semua perangkat pelajaran dibuatnya. Kehadiran 100 %, tidak pernah terlambat, tidak pernah pulang cepat, tetapi bagi nya tidak terlalu penting apa yang disampaikan kepada Siswa bisa diterima,  dicerna dan dipahami secara utuh. Yang penting dia sudah melaksanakan tugas mengajar. Masalah siswa mengerti atau tidak itu urusan lain.  Malu kita.

Guru profesional itu sabar menghadapi siswanya, sabar saat merencanakan, melaksanakan dan menilai pembelajaran. Sabar dalam membimbing siswa, sabar dalam melaksanakan tugas tambahan.  Malu kita bila sabar itu salah artikan :
(1).Saat siswa mencontek ia diam saja tak peduli ;(2). Bila saat mengajar siswa ribut ia membiarkannya saja atau tidak dapat mengendalikan kelasnya ;(3). Bila siswanya berperilaku tidak sopan ia tidak menegur atau mengingatkannya.

Masih ditemukan sebagian kecil guru hobinya membicarakan kejelekan orang lain (ghibah).  Ada juga iri atau dengki kepada kelebihan yang dimiliki guru yang lain, apakah terkait Kemampuannya mengajar, perbedaan tugas tambahan yang dimilikinya, golongan atau kepangkatan yang dimilikinya, tunjangan yang telah didapatnya. Atau, hobinya membicarakan kebijakan atasanya yang dipandang tidak disukainya atau yang tidak sesuai dengan keinginan dirinya.  Malu kita. Lebih baik diam dan banyak belajar.

Kerja guru profesional itu tidak hambar seperti seorang yang sedang memasak, lalu ia tak menaburkan bumbu penyedap rasa. Tentu terasa sesuatu yang kurang.  Guru seperti ini sering terasa kering, kurang semangat, dan kurang berisi keilmuan yang diajarkannya, komunikasi nya kurang tidak 'nyambung ". Malu kita bila dalam proses pembelajaran,  siswa dibuat bingung, tegang,  serba salah.  Kalau ada siswa yang salah, maka guru itu 'ngoceh ' selama pembelajaran. Akhirnya siswa tidak dapat apa apa. Lebih baik belajar dulu bagaimana berkomunikasi yang membuat siswa lebih percaya diri dalam belajar.

Malu kita kalau sekolah seperti pasar,buat pasar kecil dengan cara berbisnis untuk berjualan kepada guru lainnya,  bahkan kepada anak didiknya,. Barang yang dijual bisa bervariasi,  ada yang berbentuk buku paket, LKS, kerudung busana muslim, atau keperluan lainnya.  Bisa juga,  guru semacam ini selalu membuat pasar kaget dengan melakukan jual beli informasi atau gosip yang terjadi antar guru. Malu kita.

Memang kita harus banyak Belajar, kalau tidak, malu kita,!

Hanya untuk dibaca baca oleh teman teman sejawat..... Hidup guru.

Sumber :Guru Adalah Profesi Dengan Tanggung jawab Besar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar